Showing posts with label Roman. Show all posts
Showing posts with label Roman. Show all posts

Love Theft
"Saya harus pulang. Bukankah itu tujuan kita pergi? Untuk pulang." -- Night.

oleh Prisca Primasari

4 dari 5 bintang

sumber gambar: goodreads.com
Judul: Love Theft
Penulis: Prisca Primasari
Genre: Roman
Penyunting: Nur Aini, Elly Putri Andini, Adelaine
Penyelaras Akhir: Seplia
Desainer Sampul: Diwasandhi
Penata Sampul: @teguhra
Penerbit: Penerbit Inari
Tahun Terbit: September 2017
Tebal Buku: 406 halaman
ISBN: 978-602-xxxx-20-4
Baca via Gramedia Digital


Frea Rinata memutuskan untuk cuti dari kuliah musik dan mengistirahatkan biola Stadivarius-nya. 
Untunglah dia punya kehidupan kedua yang lebih menarik, melibatkan seorang pemuda yang dipanggil ‘Liquor’, yang dicintai Frea tanpa sadar. Pemuda itu tergabung dalam perkumpulan pencuri, tapi yang dia curi bukan benda-benda biasa. 
Saat Liquor mencuri sebuah kalung mewah milik seorang gadis terkenal, masalah demi masalah pun terjadi. 
Ketika keadaan semakin runyam, apakah Frea masih berpikir bahwa kehidupan keduanya bersama Liquor ini semenarik yang dia pikirkan?


Informasi lebih lanjut dapat dibaca di:

Rasa-rasanya, saya sudah lama tidak membaca novel karangan Prisca Primasari. Iya, saya memang baru saja membaca Purple Eyes beberapa hari yang lalu. Akan tetapi, saya merasa sudah lama sekali tidak membaca cerita Prisca versi panjang. Love Theft merupakan novel Prisca yang awalnya diterbitkan secara mandiri dan terdiri dari dua bagian. Baru kemudian, novel ini diterbitkan ulang menjadi satu buku utuh oleh Penerbit Inari.

Dan hati yang hancur terkadang mengobati diri dengan asal-asalan.
-- Kate DiCamillo dalam Love Theft.
Novel ini menceritakan Frea, seorang mahasiswi sekolah musik yang memutuskan untuk mengambil cuti. Bukan karena apa-apa, hanya saja, Frea merasa kemampuannya di kampus tidak begitu baik. Bahkan, beberapa kali audisi yang ia ikuti, selalu berujung pada kegagalan. Setidanknya, Frea ingin menjauh sebentar dari dunia musik dan lebih tertarik untuk hidup di dunia keduanya. Hidupnya di malah hari yang melibatkan Liquor dan Night.

"Orang nggak bisa selamanya hidup sendirian. Kita selalu butuh tempat untuk bercerita."-- Frea.

Liquor dan Night adalah pencuri yang tergabung dalam organisasi Anthropods. Katanya sih, organisasi tersebut adalah organisasi yang memiliki jiwa Robin Hood. Dalam artian, hasil yang didapatkan dari mencuri akan digunakan untuk beramal. Lalu, mengapa Frea bisa terlibat dalam organisasi tersebut? Karena Anthropods adalah organisasi yang dimiliki oleh paman Frea. Maka dari itu, Frea bisa mengenal Liquor dan Night.

"Saya penjahat. Suatu saat nanti, saya akan jatuh. Saya pasti jatuh. Dan kamu akan pergi. Jadi lebih baik saya menanggungnya sendirian."
--Liquor
Night adalah sosok yang sangat tenang dan juga baik. Mungkin, kalau Night belum menikah, Frea akan menjadikan Night sebagai laki-laki yang ingin ia pacari. Sedangkan Liquor, sikapnya bisa dibilang seratus delapan puluh derajat dari Liquor. Liquor cenderung lebih dingin dan juga tidak mudah digapai. Meskipun demikian, keduanya adalah orang-orang andalan di Anthropods. Hal itulah yang membuat Frea kadang terlibat dalam misi pencurian yang tidak terduga.

"Hidup ini... untuk apa, Frea?"
"Untuk bahagia dan membahagiakan orang lain. Setidaknya menurut saya."
"Kalau kita tidak bisa melakukan dua-duanya?"
"Pasti bisa."
"Kalau tidak bisa?"
"Pasti bisa."
-- Liquor dan Frea.
Suatu ketika, Night memutuskan untuk kembali ke Jepang dan meminta Liquor untuk mengambil pekerjaan yang dilimpahkan padanya. Awalnya Liquor sempat menolak, akan tetapi akhirnya Liquor menjalankannya. Yakni, mengambil kalung Tiffany & Co milik Coco Kartikaningtyas, seorang perempuan sosialitas yang cukup terkenal. Misi tersebut memang berhasil sih, akan tetapi... ternyata Coco tidak tinggal diam saja. Coco melakukan berbagai macam hal untuk bisa menyudutkan Liquor. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Siapakah sebenarnya Coco ini? Yang pasti, apapun itu, hubungan Liquor dan Frea menjadi terancam. 

"Frea."
"Ya?"
"Di sini saja. Jangan pergi."
"Berapa kali saya harus bilang. Saya tidak akan pernah pergi."
-- Liquor dan Frea.

sumber gambar: google.com, disunting oleh saya
Jujur saja, setelah berbagai macam hal yang harus saya kerjakan, membaca novel yang ringan seperti Love Theft ini menajdi hiburan tersendiri bagi saya. Bahkan, saya cenderung senyum-senyum sendiri saat membacanya. Hubungan Liquor dan Frea dalam novel ini terasa manis. Awalnya saling menyangkal satu sama lain, tapi toh pada akhirnya mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat terpisahkan.

"Halo?"
[Kenapa tidak pernah datang lagi?]
"Saya sibuk, banyak tugas. Sudah sarapan?"
[Belum.]
"Terus kalau saya nggak datang dan beliin sarapan kamu nggak makan, gitu?"
-- Frea dan Liquor
Awalnya, saya sudah sebal setengah mati dengan sikap Coco. Penggambarannya sebagai cewek yang menyebalkan itu mengena sekali. Saya sampai malas ketika membaca percakapan Coco. Dia ini, tipikal cewek yang harus dituruti kemauannya. Tentunya, sangat menyebalkan. Di akhir cerita, saya cukup takjub dengan terbongkarnya identitas Coco yang asli. Saya tidak menyangka akan berujung ke sana.

Senyum paling menyakitkan adalah senyum penuh kepedihan.
Kalau ditanya, saya menyukai novel ini dari luar dan dalamnya. Sampul dalam novel ini begitu manis dan tentunya, ceritanya pun juga manis. Saya suka dengan interaksia antara Liquor dan Frea di dalamnya. Bagi saya, manisnya mereka ini pas dan tidak berlebihan. Kalau saya ditanya siapa tokoh favorit saya, maka saya akan memilih Liquor. Saya tahu kok, pasti ada alasan yang lebih besar ketika Liquor menjadi sosok yang menutup diri dan seolah-olah tidak mau digapai.

"Masa lalu saya... Apa kamu bisa menerimanya?"
"Kamu pikir saya serendah itu, mau meninggalkan kamu cuma karena masa lalu kamu? Kalau kamu memang mencintai saya, percayalah pada saya."
"Jangan tinggalkan saya."
"Berapa kali saya bilang, Saya tidak akan pernah pergi."
--Liquor dan Frea.
Baiklah, pada intinya, novel ini cukup untuk dijadikan bacaan hangat di kala senggang. Tidak perlu banyak emosi yang dikeluarkan yang pasti. Tipikal novel yang manis dan membuatmu lelah.

"Saya nggak bisa masak."
"Saya tahu."
"Kamu bisa?"
Dia menggeleng.
"Tapi waktu Night sakit kapan hari..."
"Cuma bisa memasak bubur. Saya dulu sering membuat bubur sendiri kalau sakit."
-- Frea dan Liquor
4 bintang untuk hubungan Liquor dan Frea.

Sincerely,
Puji P. Rahayu
Antologi Rasa
"You know what, Risjad, kalau lagi nggak berusaha tebar pesona setengah mati, elo itu adorable juga, ya."—Keara

By Ika Natassa
3 of 5 stars

Source: goodreads.com
Penyunting        : Rosi L. Simamora
Desain Sampul  : Ika Natassa
Penerbit             : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit      : Agustus 2011
ISBN                 : 9789792274394
Pinjam di iJak

K e a r a



Were both just people who worry about the breaths we take, not how we breathe.
How can we be so different and feel so much alike, Rul?
Dan malam ini, tiga tahun setelah malam yang membuatku jatuh cinta, my dear, dan aku di sini terbaring menatap bintang-bintang di langit pekat Singapura ini, aku masih cinta, Rul. Dan kamu mungkin tidak akan pernah tahu.
Three years of my wasted life loving you.

R u l y

Yang tidak gue ceritakan ke Keara adalah bahwa sampai sekarang gue merasa mungkin satu-satunya momen yang bisa mengalahkan senangnya dan leganya gue subuh itu adalah kalau suatu hari nanti gue masuk ke ruangan rumah sakit seperti ini dan Denise sedang menggendong bayi kami yang baru dia lahirkan. Yang tidak gue ceritakan ke Keara adalah rasa hangat yang terasa di dada gue waktu suster membangunkan gue subuh itu dan berkata, "Pak, istrinya sudah sadar," dan bahwa gue bahkan tidak sedikit pun berniat mengoreksi pernyataan itu. Mimpi aja terus, Rul.

H a r r i s

Senang definisi gue: elo tertawa lepas. Senang definisi elo? Mungkin gue nggak akan pernah tahu. Karena setiap gue mencoba melakukan hal-hal manis yang gue lakukan dengan perempuan-perempuan lain yang sepanjang sejarah tidak pernah gagal membuat mereka klepek-klepek, ucapan yang harus gue dengar hanya, "Harris darling, udah deh, nggak usah sok manis. Go back being the chauvinistic jerk that I love."
Thats probably as close as I can get to hearing that she loves me.


Tiga sahabat. Satu pertanyaan. What if in the person that you love, you find a best friend instead of a lover?

***

Selama aku bergabung menjadi bagian dari Blogger Buku Indonesia, sempat berkali-kali aku mendengarkan diskusi mengenai iJak. Puncaknya, pada saat aku bantu-bantu jadi reporter abal-abal di Pesta Pendidikan 2016, aku baru sepenuhnya mengenal iJak. Awalnya, kupikir iJak hanya tersedia untuk pemakai smartphone android dan iOs, nyatanya, aplikasi yang didominasi warna oranye ini bisa diinstall di PC. Woooh, aku senang banget, dooong. Jadilah, novel yang tidak sengaja muncul di kolom rekomandasi ini yang kubaca duluan. Hehe. Selain fakta karena aku suka dengan Critical Eleven, aku penasaran aja dengan karya Ika Natassa sebelumnya. Aku pengin tahu bagaimana gaya menulis Ika Natassa yang lumayan diagung-agungkan ini. 

If Travel teaches us how to see, how come every time all I see is you?--hlm. 63.

First Impression
Berhubung aku sering banget mendengar tentang komentar dari tulisannya Ika, aku sudah punya firasat mengenai banyaknya bahasa campur-aduk yang digunakan serta berbagai macam merk branded yang disebutkan. Dulu sih, banyak yang menyamakan--atau setidaknya selalu membandingkan--tulisan Ika dengan Nina Ardianti. Katanya, mirip gitu. Tentang bankir dan kehidupan sosialitanya. Jadi, impresi awalku dari novel ini adalah, aku akan menemukan cerita yang super duper hopeless romantic. Tentunya, dengan karakter yang adorable dan nantinya memiliki ending yang bahagia.
Interlude
"Jangan pernah pergi dari sisiku, oke? Selamanya.Aku juga tidak akan behenti jadi lautmu. Selamanya."--Kai Risjad.

By Windry Ramadhina

5 for 5 stars

Source: here
Penyunting                         : Gita Romadhona dan Ayuning
Proofreader                        : Widyawati Oktavia
Penata Letak                       : Gita Ramayudha
Desain dan Ilustrasi Kaver : Levina Lesmana
Penerbit                               : Gagasmedia
Kota Terbit                          : Jakarta
Tahun Terbit                        : 2014
Tebal Halaman                    : 380 halaman
ISBN                                   : 9789797807221

Hanna,

listen.
Don’t cry, don’t cry.
The world is envy.
You’re too perfect
and she hates it.

Aku tahu kau menyembunyikan luka di senyummu yang retak. Kemarilah, aku akan menjagamu, asalkan kau mau mengulurkan tanganmu.

“Waktu tidak berputar ulang. Apa yang sudah hilang, tidak akan kembali. Dan, aku sudah hilang.” Aku ingat kata-katamu itu, masih terpatri di benakku.

Aku tidak selamanya berengsek. Bisakah kau memercayaiku, sekali lagi?

Kilat rasa tak percaya dalam matamu, membuatku tiba-tiba meragukan diriku sendiri. Tapi, sungguh, aku mencintaimu, merindukan manis bibirmu.

Apa lagi yang harus kulakukan agar kau percaya? Kenapa masih saja senyum retakmu yang kudapati?

Hanna, kau dengarkah suara itu? Hatiku baru saja patah….


***

Seperti apa yang telah dinyatakan oleh Windry Ramadhina, Interlude merupakan novel yang berbeda dari novel-novelnya sebelumnya. Istilahnya, lebih dewasa gitu kali, ya (?). Aku nggak tahu harus ngegambarinnya kayak apa. Yang pasti, aku sudah jatuh cinta dengan Interlude sejak membacanya pertama kali.

Hanna, seorang mahasiswi jurnalistik yang punya masa lalu kelam. Karena masa lalunya itu, Hanna merasa dirinya tidak berguna lagi. Bahkan, terkadang ia ingin menjadi buih yang akan hilang ditelan gelombang laut. Layaknya cerita si Putri Duyung kecil.
"Aku ingin seperti dia. Terkadang, saat tidak tahan lagi dengan semua ini, aku berharap bisa membenamkan diri di laut dan tidak muncul lagi ke permukaan." -- Hanna.
Kai Risjad, seorang pemuda yang kehilangan tujuan hidupnya. Masalah keluarganya yang cukup pelik membuatnya pesimis akan hidup. Kuliah ia tinggalkan. Bermain band pun karena ia mau bukan karena passion. Bermain perempuan juga jadi salah satu hal yang ia lakukan.

Hanna dan Kai. Dua orang yang sama-sama tidak sempurna. Dua orang yang punya celah di diri masing-masing. Bertemu di atap apartemen. Membuat keduanya sadar, "dia menarik." Menarik dengan cara mereka sendiri. Pertemuan-pertemuan mereka yang sederhana dan juga rasa ingin tahu dari masing-masing pihak, membuat mereka pada akhirnya jatuh cinta. Tapi, masa lalu yang dibawa, tetap menjadi batu sandungan bagi hubungan mereka.

Aku suka cerita ini. Ceritanya begitu rapi dan alurnya mengalir dengan lancar. Cerita Hanna dan Kai bagiku seperti cerita yang manis. Pasangan yang manis tapi tidak sampai membuatku ngilu. Karakter mereka menarik. Menurutku, mereka saling melengkapi dengan cara mereka sendiri.
"Kalau begitu, biar aku jadi lautmu. Aku akan membantumu meluruhkan semua cela itu." -- Kai.
Hanna dan Kai mencoba saling menyembuhkan satu sama lain. Meskipun mereka tahu, mereka bukan orang biasa. Mereka penuh luka dan penuh dosa. Tetapi, akhirnya mereka mengerti, bahwa mereka memiliki jalan mereka sendiri.

Akhir yang manis waktu membaca cerita ini. Interlude membuat aku tersenyum sendiri. Sepertinya, aku terlanjur jatuh cinta pada Kai--I am sorry. I just couldn't handle to fall for a bad boy like Kai. Aku menyukai karakter sok tapi manis seperti Kai. Eits, ini masalah selera aja sih.

Selain Kai dan Hanna, novel ini juga membahas hubungan antara Jun, Gitta, dan Ian. Mereka adalah anggota Second Day Charm--band yang  juga digeluti oleh Kai. Menurutku, komposisi cerita di Interlude sudah pas. Aku saja sampai bingung mau bilang apa waktu baca ini. Saking bagusnya, aku tak bisa berkata apa-apa. Puas banget bacanya.

Apalagi, kaver Interlude itu menarik. Beda dari kaver novel gagasmedia sebelum-sebelumnya. Terlihat misterius dan sempat membuatku bertanya-tanya, kira-kira novel ini tentang apa, ya? Akhirnya, rasa penasaranku terjawab dan aku sama sekali tidak kecewa.
Source: here. edited by me
Tetapi, bagaimanapun pasti ada hal yang kukeluhkan dari novel cantik ini. Aku agak tidak setuju dengan deskripsi kepintaran Kai. Sebagai orang yang berada di satu kamar yang sama dengan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, aku tahu IPK sempurna di fakultas bermakara merah itu sangat sulit dapat. Bahkan, mendapat IPK di atas 3.5 saja susahnya minta ampun. Temenku aja mengais-ngais nilai biar tetap cumlaude. Jadi, agak kurang nyata aja kalau IPK Kai bisa sampai 4. Bahkan, kakak tingkatku yang peraih IPK tertinggi di FH UI saja, IPKnya berkisar di angka 3.8.

Sudah-sudah. Sepertinya demikian saja yang bisa aku ungkapkan soal Kai dan Hanna. Aku suka kisah mereka dan aku siap untuk baca lagi dan lagi. Kalau kamu suka cerita yang ringan dan menyentuh, Hanna dan Kai bisa jadi teman baik kalian.


Must Date the Playboy
“... Remember that in life, you have to be selfless too. You have to think of the other person's feeling first before your own because you will never gain real happiness unless the other party is happy as well.”

By Notjustarandomgirl

4.5 for 5 stars

Publisher         : Summit Publishing
Year                 : February, 2014


Victoria “Tori” Peige is ensconced in a glittering world of wealth and glamour. But she sees herself as someone more suited in a supporting role: a bookworm and a shadow to her sun-kissed best friend and high school queen bee, Chloe.


That’s why Zachary Anderson, the hot, notorious playboy, has his eyes fixed only on Chloe until Tori approaches him with a proposition.

“I know I’m not the type of girl that you usually go out with. I’m not sexy, I’m not attractive and I’m no fun. I’m plain and boring with no charm at all. The only thing good about me is probably my brain, which everyone also finds boring. But I must ask you this… Mr. Zachary Anderson, can I be your girlfriend?"

How long can you fake being in love before it turns into the real thing? Tori and Zach are about to find out.

***

Yeah, I would like make some confession. I read this book on Wattpad. But, I know that this book has been published too. Despite that this story is really cliche, I still do like Tori and Zach. When I read this, I could feel the emotion. Of course I reread this book because I am a little bit forget about the story. Then, I just couldn't understand with the third book.
"I'm still here aren't I? I don't know about you, but I am staying."--Tori.
"I'll stay Zach. Unless you say otherwise."--Tori. 

The first time I look this cover of book in Wattpad, I am so excited. Why? Because, Shorty could clearly catch my attention. Moreover, the cover looks so simple and mysterious. The blurb so interesting and I just couldn't help my self to read all of the story. Sadly, if I look the cover for the published book, it's just out of my expectation. Too much childish if I could say about the cover. I don't know, but the cover couldn't catch my attention like what the cover on Wattpad do.

"Don't give up. Don't give up on me."--Zach. 
"I am a very possessive guy. I hate the fact that everyone is just looking at you as we enter a room like you're available. I don't share, Tori."--Zach. 

 The story begin with the story about Zach that always messing Chloe's relationship. Tori, best friend of Chloe, of course feel annoyance with what happen with Chloe's relationship. With information that given by Nathan, Tori try to confront Zach and decided to be Zach's girlfriend. Tori would like to make Zach busy so he can't mess up with Chloe. First of all, their relationship is full of surprise. Zach started to tease Tori with all of his stupid playboy plan. Until one day, two of them realize that they like each other. Unfortunately, all of the lie from the beginning their relationship begin ruin everything between them.

In the story, there are some character that have their own role. Of course, all of the character have their ultimate role. There is Chloe, Nathan--another Tori and Chloe's best friend, James, River, Boris, and Sonia.
Somehow, you have to learn accept things and ready yourself to move on, because the world will not stop for your grieves and problems.
From the story, honestly I really like Zach. He is kind of bad boy that can be a gentleman. He is really charming and I could imagine that he do care with the one he love. Just like Tori. I love her attitude and also the cuteness of her. I like the way Shorty execute this story. I don't get bored when I read this. May be, I just couldn't help my self because I do really like cliche romance.

Ahh, all I want to say is, this novel is really a good romance novel. I like the story because the plot is very neat and well-planned. Uh oh, I just couldn't stop my self to giggling over the second and third book.

--
Depok, April 20th 2016
01.48 AM


Dixieland Sushi
"Aku dan Bubba tidak bisa lebih bangga lagi padamu. Apa pun yang kau lakukan pastilah hal yang tepat untukmu."--Vivien Nakamura

By Cara Lockwood
2 of 5 stars

Source: here
Penerjemah       : Shandy Tan
Penerbit             : Elex Media Komputindo
Jumlah halaman : 312 halaman
Tahun terbit       : Februari 2013
ISBN                  : 9786020204765

Ketika pindah ke utara untuk menjadi produser sebuah acara televisi populer di Chicago, Jen Nakamura Taylor mengira dia telah meninggalkan masa lalunya yang canggung karena tumbuh sebagai keturunan blasteran Jepang dan kulit putih di sebuah kota kecil daerah Selatan. 

Sampai dia menerima kabar dari kampung halaman bahwa sepupunya yang cantik akan menikah dengan Kevin Peterson, pria yang selama bertahun-tahun sangat dicintai Jen. 

Jen sadar dia tidak bisa selamanya melarikan diri dari masa lalu. Kabar itu bukan hanya membangkitkan kenangan menyesakkan,tapi sekarang Jen yang lajang dan sangat sibuk, terpaksa harus mencari pasangan untuk menghadiri pernikahan sepupunya. 

Sementara itu, Riley-pria Inggris ganteng yang menjadi teman kantor Jen-kelihatannya bisa menjadi `pasangan` yang cocok. Bahkan pacar Riley pun menganggapnya sebagai ide bagus. Selama perjalanan menuju Dixieland, tanpa disangka, suatu percikan mulai terasa di antara keduanya. 

Belum lagi, ternyata Kevin Peterson yang telah dewasa tetap saja menawan! Di tengah-tengah situasi rumit, Jen toh pada akhirnya harus belajar mencintai silsilah, kehidupan cinta, bahkan dirinya sendiri.

***

Huah, akhirnya aku baca contemporary romance lagi. Sayangnya, kenapa sih aku selalu baca novel bergenre ini yang akhirnya tidak bisa jadi seleraku? Huhu. 

Bermula dari kisah Jen Nakamura Taylor yang sedang meniti karir sebagai produser televisi di daerah utara, Dilahirkan sebagai blasteran Jepang, membuat Jen mengalami masa-masa sulit waktu kecil. Ia pun sulit mendapatkan pujaan hatinya karena keadaan itu. Di saat ia mengira hidupnya sudah sempurna, tiba-tiba saja Jen disuruh pulang kembali ke selatan karena sepupunya, Lucy, akan menikah. Yang membuat Jen sama sekali enggan untuk datang adalah kenyataan bahwa calon suami Lucy merupakan pujaan Jen waktu sekolah dulu, Kevin Paterson. Di tengah-tengah keenganan itu, Ibu Jen, Vivien, terus memaksa Jen untuk datang. Karena tidak ingin merasa malu di hadapan Kevin, Jen memutuskan untuk mencari orang yang dapat menjadi pasangannya dan menemaninya selama prosesi pernikahan Lucy dan Kevin. Akhirnya, pilihan Jen jatuh pada Riley, teman sekantornya yang sudah punya pacar.

Jepang. Sushi. Diskriminasi. Kurang percaya diri. Not Asia-sentris.

Sebenarnya, aku merasa lelah membaca novel ini. Bukannya, apa-apa. Kok, kesannya Jen nggak bangga ya dengan kondisinya sebagai setengah Asia. Adaaa aja, keluhannya. Tentunya, aku sebagai orang Asia merasa kayak... errr... kesel aja gituuu.

Menurutku, ide ceritanya bagus sih. Dikatakan kalau Jen itu orangnya sangat-sangat pekerja keras. Ia rela menghabiskan waktunya demi pekerjaannya. Tapii, menurutku...kalau ini dibilang sebagai contemporary romance, I couldn't find the romance one... Kisah Jen dan Riley kurang tereksplor di sini. Iya sih, cerita perjalanan mereka udah panjang, tapi sayangnya, aku tidak bisa merasakan chemistry di antara keduanya. 

Ahh, berhubung penulisnya cinta banget sama Mr. Miyagi, aku tidak bisa lagi mengatakan apa-apa. Padahal, quote-nya jadi agak aneh gitu. Hahah. Ohh, iya. mungkin ini efek terjemahan kali ya, jadinya waktu aku baca novel ini sangat-sangat membosankan. Huhu. Aku nggak bisa enak gitu bacanya. *deuh, Maafkan.

Sorry to say, aku nggak terlalu suka sama novel ini. Banyak banget keanehan di dalamnya, dan sebenarnya, aku udah ilfeel dari awal sejak adegan sepatu roda.

--

Minggu, 10 April 2016
04.32 PM
Puji P. Rahayu
Seri Immortals   : Buku Empat
Penulis               : Alyson Noel
Alih Bahasa       : Nuraini Mastura
Penerbit             : Mizan Publika
ISBN                 : 9789794336502

Damen mengerutkan kening. Dia mendesah dan menggeleng. Tatapannya muram. Tak pernah kulihat dia seperti itu sebelumnya. “Kenapa kamu memercayai Jude, Ever? Kenapa kamu menceritakan kelemahan-kelemahan kita kepadanya?”

Ever rela melakukan apa pun demi menyelamatkan Damen, cinta sejatinya, dari kutukan akibat ramuan yang diminumnya. Mulai dari memanfaatkan sahabatnya sendiri, Haven, sampai mempelajari ilmu sihir. Namun, ketika Ever mempraktikannya, sihir itu justru berbalik menyerangnya. Karena panik dan putus asa, dia meminta bantuan pada Jude, pria yang selama ratusan tahun selalu mengejar dan berusaha mendapatkan cintanya.

Kerumitan bertambah saat Damen mengetahuinya. Dia merasa cemburu, marah, serta kecewa terhadap Ever. Sementara itu, Ever yang semakin larut dalam ilmu sihir tanpa sadar malah berisiko mencelakakan Damen.

Review:

Akhirnya, aku memantapkan diri untuk membaca seri Immortals ini kembali. Iya, sekitar satu tahun yang lalu, aku sudah baca ketiga buku sebelumnya. Awalnya sih, yang di buku pertama aku suka banget. Meskipun bahasanya agak gimanaa gitu. Intinya ada bagian-bagian yang membosankan. Di buku kedua, sama juga. Tapi masih bisa ditolerir. Di buku ketiga itu yang bikin mencak-mencak. Capek banget bacanya. Ceritanya tambah ngambang dan makin nggak jelas.

Setelah baca buku ketiga, aku jadi radak nggak semangat untuk baca buku keempat. Males banget. Di bayanganku sih, bakal membosankan juga. Tapi berhubung aku nggak ada bacaan, ya sudahlah, aku pasrah saja membaca lanjutan dari seri Immortals.

Oke, mari kita bahas buku keempat ini.

Kata yang bisa menggambarkan buku ini. Bosan. Seriusan deh. Masih tetep panjang banget  alurnya, masih banyak banget masalahnya, masih banyak bagian nggak pentingnya.

Contohnya nih, ada bagian yang menceritakan Romy sama Rayne. Ternyata, bibi mereka waktu penghukuman Penyihir Salem itu Ava. Iya, Ava si penyihir yang sempet nolongin Ever di buku kedua—kalo nggak salah—yang akhirnya berkhianat karena meninggalkan Damen bersama Roman. Kok kayaknya nambah-nambahin konflik gitu ya?

Terus, Ever itu minta digeplak banget. Plin-plannya itu nggak bisa ditolerir banget. Seharusnya kalau tahu dia nggak bisa pakai sihir, nggak usah sok bisa deh. Udah gitu, dia malah mengikatkan diri sama Roman. Tambah bodoh banget waktu dia nggak ngomong apa-apa sama Damen. Ya ampun, Ever! Damen itu jatuh cinta pakek banget lho sama kamu! Geez.

Untungnya nih, ada sedikit bagian yang lumayan seru. Jude di bawa Ever ke Summerland—nggak tahu juga kenapa Ever ini kok terbuka banget sama Jude. Nah, di sana Jude masuk ke Balai Pengetahuan dan mendapati fakta bahwa dia adalah pengganggu sejati hubungan Damen dan Ever. Tapi, Jude memutuskan untuk tidak mengganggu lagi dan berjanji untuk membiarkan Ever dan Damen bahagia—kalau aku sih nggak yakin ya.

Nah, terus ada bagian waktu Roman akhirnya mati. Seneng banget sih bacanya. Tapi matinya nggak keren sih. Cuma dipukul di cakranya yang terlemah sama Jude. Terus jadi abu deh. Terus ketemu Drina di Shadowland. Hah, akhirnya sih Ever nggak bisa ngedapetin penawar racun yang ada di tubuh Damen. Poor you, Ever.

Intinya sih, novel ini membosankan—oke deh, nggak semuanya membosankan. Ada bagian yang serunya. Tapi, alurnya luaaambaaaat banget. Berasa semuanya dikupas satu-satu gitu. Nggak habis-habis. Jadinya nggak menarik aja. Emang sih, ada bagian yang seru. Ada karakter yang bisa dikecein—iya, si Damen, soalnya dia cinta mati banget sih sama Ever. Ada karakter yang berasa minta digeplak dan ditimpuk—Ever lah, udah plin-plan, nyusahin orang pula. Lebih parah nyusahinnya daripada Bella di Twilight. Sigh.

Setelah baca novel ini, aku jadi agak ragu-ragu untuk meneruskan baca buku selanjutnya. Tapi penasaran juga gimana akhirnya mereka bisa bersatu—kan mereka nggak bisa bersentuhan. Terus nanti lawan mereka siapa—kan Roman sama Drina udah terbuang ke Shadowland. Terus nasib Jude gimana—ceritanya kan dia udah ngeikhlasin Ever sama Damen. Penasaran sih, tapi juga takut bosan. Hahh, mari lihat nanti saja.

Ini abis ubek-ubek, malah cuma nemu quote yang standar banget. Nggak papa deh

            “Apa pun yang terjadi, kita akan menjalaninya bersama-sama. Begitulah yang namanya belahan jiwa. Begitulah yang selalu mereka lakukan.”—Damen.