Chasing the Dream #0.5 More than Exes
Sometimes, the past is not always the past.

by Elizabeth Briggs

3 out of  5  stars

Title: More than Exes
Series: Chasing the Dream
Author: Elizabeth Briggs
Pages Count: 88 pages
Languages: English
Genre: Contemporary Romance
Year of publish: 2014
ISBN: 9780991569618
I got this book from the author in exchange for an honest review.

A stand-alone prequel novella to More Than Music.
Keyboardist Kyle Cross may look like a bad boy with his tattoos and piercings, but he’s really the good guy who’s always stuck fixing his band’s problems and never gets the girl. His band is competing in a college Battle of the Bands, but when their bassist doesn't show, Kyle must track her down with the help of the person he least expects: his ex-girlfriend Alexis Monroe. 
Kyle hasn’t seen Alexis since she dumped him in high school, and she’s dropped her preppy image for fiery red hair and a bold new attitude to match. With only hours before his band goes on stage, Kyle has to be a little bad if he wants to win both the Battle and the girl he's never gotten over. But when their old problems resurface, the good guy might just get his heart broken all over again.


***

"How can I move on, when I am still in love with you?"

Maybe, the lyrics from The Man Who can't be moved could describe what Kyle felt for Alexis. Kyle was the guitarist of UCL's band, Villain Complex. This band was created by him and his older brother, Jade. Unlike Jade, Kyle is a good guy who just can fall for one girl. Otherwise, Jade is a playboy. He could play with every girl's heart without thinking any further. 

Since the first time, Kyle still stuck with his ex, Alexis. That-red-hair-girl still in Kyle's heart and no one could be like Alexis. Then, it came the day when Villain Complex compete in a band competition. Surprisingly, Kyle could meet Alexis there. Of course Kyle didn't expect this kind of thing would happen. In the beginning, Kyle try to avoid Alexis. He knew that his heart is not ready enough to meet Alexis. But then, Becky, the bassist of the band, is disappear. She hasn't come yet and everyone was worried because of that. With the help from Alexis, Kyle try to pick Becky up and really want to make the performance would be the best.

Well, actually I don't really have any intentions to read this novella. Someday, I enter some YA giveaway that held by... oh, dear. I forget who held that GA. Then, I agree to receive any newsletter from the YA authors. after that, there are some newsletter from Elizza Briggs and, yeah, I got this novella. I red this novella because I want some light reading. Well, reading a YA book of course make me happy because I don't need to give much attention. I just read it for fun.

Reading from the boy's point of view is a quite new for me. I think that the lead character would be a girl, and surprisingly is not. I have to admit that Briggs is good at this point. Yeah, Kyle felt like man when I red the story. Even though I have admit to that in someway there are some girly side in Kyle. No offense. About Alexis, well, I like her eagerness to make Kyle believe that he has to grab some chance to change.

The story itself is quite simple. I think, for light reading, it was quite good. I know that this book is quiet cheesy romance story, but why not to read it? Come on. This is just novella. Just try it in your spare time, guys!

Sincerely,
Puji P. Rahayu

Yang namanya hidup itu, tidak mudah. Kita tidak dapat seenaknya mengubah hidup kita dari A menjadi B. Tidak akan pernah ada yang bisa mengubah diri seseorang tanpa adanya respons dari yang diubah. Lalu, apa hubungan semua kalimat di atas dengan postingan ini? Kuyakinkan kalian semua, tidak ada hubungannya sama sekali. Haha.

Hello, people! 
Apa kabar? Semoga semuanya sedang berbahagia dan baik-baik saja. Sekarang, saatnya Bincang-bincang BBI Lintas Generasi. Sebuah feature yang aku buat untuk mengenal anggota BBI lebih lanjut. Hoho.

Bincang-bincang BBI Lintas Generaasi
Kali ini, aku kembali untuk membahas tentang salah satu anggota BBI yang dikenal sebagai legenda. Woow! Legenda apa, sih? Hem, bermula dari suatu buku yang cukup fenomenal di zamannya--di zaman aku belum masuk BBI dan main Goodreads--lahirlah seorang peresensi yang namanya cukup dikenal di arena per-goodreads-an. Ia berani mengeluarkan seluruh daya dan upayanya untuk membuat tulisan yang sangat komprehensif mengenai buku fenomenal tersebut. Hemm. Yap, dia adalah....

A.S. DEWI

*give applause for her!*

Sebelum aku mulai mengupas diri Mbak Dewi, aku akan menceritakan dulu awal mula aku kenal Mbak Dewi. Jadi, sebagai warga BBI yang masih unyu-unyu, aku benar-benar buta kemana harus berlabuh. Alhasil, saat aku nyemplung di forum, aku menemukan kalau ada grup whatsapp yang menjadi wadah untuk berkomunikasi. Berhubung aku tinggal di Depok, aku pun mencari kawanan warga Jabodetabek dan akhirnya menemukan... Mbak Dewi selaku admin grup whatsapp. Dengan kalimat malu-malu beda tipis sama malu-maluin, aku pun meminta kepada Mbak Dewi untuk dimasukan ke grup Jabo. Hoho. Dan akhirnya, saya resmi jadi warga Jabo yang yaaa rame abis. *barisan yang suka cerewet di grup.

Tidak hanya berkomunikasi lewat Jabo, suatu ketika, aku lupa siapa yang ngajakin, kayaknya sih Mak Ren, untuk main di Telegram. Berhubung aku memang punya Telegram karena tuntutan waktu jadi volunteer antek-antek acaranya Dino Patti Djalal, aku pun ikut terseret dalam grup Telegram bernama GGS. Grup yang akhirnya mengenalkanku lebih jauh kepada orang-orang BBI lainnya, dan salah satunya adalah Mbak Dewi tercintah. Hihi. Pada dasarnya, aku pernah ketemu sama Mbak Dewi sekali di IIBF. Tapi sepertinya karena memang kita berdua introvert, jadi nggak ngobrol lancar. Mafkeun. Mungkin kalau ketemu lagi aku bisa lebih bacot :" Kedip.

Baiklah, sekian basa-basi saya. Mari kita lanjut ke hasil wawancaraku dengan bloger sekaligus ibu dokter ini. Hoho.

Ps. Kalau ada tulisan tebal dan miring di dalam kurung, itu berarti komentar dari saya yaah. Hoho.


***

Aloha, MbakDew! Apa kabar? Hahahaha.

Semoga baik dan sehat selalu. Nah, di kesempatan yang cukup membahagiakan kali ini, aku mau sedikit ngobrol-ngobrol nih bareng Mbak Dewi yang katanya sih, living legend buku perkacrutan di BBI. Hoho. Jadi bikin penasaran deh. Yawes, mbak. Biar cepet, ini daftar pertanyaannya. Silakan dijawab sesuka hati. Mau panjang kali lebar kali tinggi juga nggak papa. Yang penting KUY.

Perkenalan dulu dong, mbak! Siapakah Mbak Dewi sebenarnya? Denger-denger, ngefans banget sama Adam Levine dan JKT48. Bisa dijelaskan?
Aku yang sebenernya? Gadis baik-baik pemilik blog Through Tinted Glass. Halal on the outside, hoe in the inside ðŸ˜‚.
Kamu denger dari mana aku ngefans Adam levine? Kebalik dong ah. Dia yang ngefans aku ðŸ˜Œ Yaaa aku emang suka sih sama suara melengking kejepit pintu ala mas Lipain. Tapi tetap...dia yang ngefans atuh.


(Gubrak. Mbak Dewi so narsis ini, mah. haha. Iyain aja lah. Biar Mbak Dewi senang.)

Kalo JKT48 sih....iyaaaa aku suka ðŸ˜‚
Sebenernya aku duluan suka sister groupnya di jepang yaitu AKB48. Lagunya enak-enak lho, Ji. Banyak yang maknanya dalam.


Tadinya aku gak merhatiin JKT48. Kuanggap versi lokal AKB, apa bagusnya? Bagusan yang asli lah.
Tapi sejak liat usaha keras anak-anak remaja itu, gimana beratnya latihan JKT48 yang tiap hari bisa ampe jam 1-2 malam, tapi mereka tetap berprestasi di sekolah, ya aku salut.
Aku selalu salut sama mereka yang berjuang keras meraih mimpi


(Kalo ini, jujurly, aku baru tahu. Intinya nggak boleh memandang sebelah mata orang lain kan, mbak? Oke, sip. Noted!)


Nah, waktu aku berkunjung ke blog Mbak Dewi, nama blognya cukup unik nih. Through Tinted Glass. Ada artinya nggak mbak? Mau tahu doong.
Blognya Mbak Dewi. Sila diklik kalau mau mengunjungi :D
 Sebenernya itu judul karena keabisan ide sih ðŸ˜‚

Aku pengen nama blog yang gak terlalu berbau 'buku', tapi di satu sisi menunjukkan si empunya emang suka baca. Makanya aku pake kata glass.

Kenapa tinted? Karena aku ndak suka clear glass. Clear glass itu panas, nyerap lebih banyak cahaya dan yang utama : gak ada privasi untuk orang di balik kaca


Tinted itu sejuk, orang di dunia luar ndak bisa melihat ke dalam dan mengetahui siapa yang ada di belakang kaca. Yang mereka liat cuma apa yang tampak di luar.


Blogku juga gitu. Orang-orang liatnya tulisan blog yang terpampang aja. Apa yang ada di baliknya, siapa bloggernya, biarlah menjadi rahasia semesta #halaaaah. Sok rahasia padahal ya nggak ðŸ˜‚

Okeh...jujur ya, Ji. Kenapa aku pake tinted glass itu karena mau ngasi kode kalo semua yang aku tulis ini ditulis pake kacamata yang tinted. Jadi mohon maaf kalo tulisannya kacrut atau reviewnya gak logis. Ya namanya juga ngeliatnya gak jelas karena kacamatanya burem.

(Ya ampun. Tapi masuk akal sih, mbak. Haha. Menarique juga ide-nya Mbak Dew. Hoho.)


Terus, Mbak Dewi sering dinobatkan sebagai Living Legend buku perkacrutan. Boleh banget mbak itu dijelaskan maksudnya apa. Aku sering stalking sih, dan review Mbak Dew bikin ngakak.
Jujurly, aku gak ngerti kenapa dinobatkan kayak gitu. Issue itu, Ji. Kamu jangan termakan issue.
Aku cuma pernah review beberapa buku kacrut kok. Lalu ada yang iseng menyematkan titel itu. Jiaahh x)) 

(((titel)))

(Tapi titelnya membekas, mbaak. Haha. Hem, jadi penasaran. Ada yang nggak setujukah kalau titel itu hanya isu? Hoho.)
Berhubung Bebi mau ulang tahun, apa aja sih pesan dan kesan Mbak Dewi selama bergabung di BBI? Terus, harapan ke depannya buat BBI apa sih, Mbak?
Kesan : BBI itu seru. Aku merasa menemukan keluarga baru di sini, yang sehobi dan bisa paham kegalauanku beli buku dan berburu diskonan.

BBI itu juga unik dan nyaman. Di sini gabungan berbagai orang yang berbeda selera dan pandangan, tapi bisa bergabung. Di BBI, seorang haters Twilight bisa dengan santainya mencela novel tersebut di depan fansnya. Dan sang fans tenang saja karena dia tahu selera gak bisa dipaksakan.


Pesan : Buat yang merasa BBI belum memberi rasa nyaman, seru dan unik seperti yang aku jabarkan di atas : "please give us another chance". Coba bergaul lagi dengan anak-anak BBI yang lain. Siapa tahu dikau ketemu yang sehati.


Harapan : semoga BBI tetap eksis dan anggota-anggotanya makin kompak. Semoga ndak ada yang merasa ada gap antara anggota BBI baru dan lama.

Silakan beri komentar tentang saya ya, Mbak. Tapi pliss banget yang baik-baik aja. Hahaha.
Puji itu...yang aku tahu aktif banget di UKMnya. Aku salut deh sama UKMnya.

Lalu yang aku suka dari Puji, dia gak segan berbaur dengan anak-anak BBI lama.


Banyak member seangkatanmu yang ngerasa 'jiper' sama anggota BBI lama, Ji. Aku pun bingung kenapa.


Kuharap, Puji bisa merangkul teman-teman BBI lebih banyak lagi yaa


(Hem. Sepertinya aku harus berterima kasih pada Telegram mbak yang soal bisa berbaur. Hehe. Tanpa telegram tercinta, mungkin aku nggak akan sebacot itu. Hoho. Aku juga makasih loh, sama member lama BBI yang menerima aku apa adanya. Meskipun masih baru, aku sudah bisa merasakan definisi BBI yang mbakdew sebutkan di atas. :D Love, BBI.)


***
Nah, demikianlah hasil bincang-bincangku bersama Mbak Dewi yang namanya sudah terkenal seantero jagad raya. Lagi-lagi, gegara berbagai macam tugas akhir dan lainnya, aku terlambat mem-posting tulisan ini. Huhu. Harusnya sebelum BBI ultah :( Ya sudahlah. Mau bagaimana lagi.

Akhirnya ya, angkatan 2013 sudah selesai diwawancara? Untuk berikutnya, siapa ya yang akan jadi korban saya? Hoho. Ada dong tentunya. Si doi sudah menyetujui untuk diwawancarai. Siapa dia? Silakan ditunggu dengan sabar.

Terima kasih sudah berkunjung dan membaca :D

Sincerely, 
Puji P. Rahayu

Halo!
Apa kabar semua? Semoga baik-baik saja dan sehat selalu. Pertama, aku mau minta maaf karena baru bisa mengumumkan pemenang giveaway yang aku adakan hari ini. Sesungguhnya, hal ini disebabkan oleh semakin dekatnya UAS dan juga banyaknya tugas akhir yang harus kukerjakan. Jadi, maafkan baru bisa memberikan pengumuman sekarang.

BBI Giveaway Hop
Kedua, aku ucapkan terima kasih kepada 36 peserta yang sudah ikut meramaikan giveaway yang aku buat. Yeay! Terima kasih atas ucapannya dan juga rekomendasi wisata literaturnya. Hoho. Jawabannya banyak yang seru, ya! Semoga suatu saat, baik aku dan kalian, bisa melakukan wisata literatur dengan menyenangkan.

Ketiga, aku baru sadar harusnya aku hanya boleh memilih dua pemenang. Lol! Aku bener-bener lupa. Tapi, karena aku sudah menjanjikan tiga paket hadiah, maka aku akan tetap memilih tiga pemenang. *semoga nggak didemo masyarakat.

Baiklah. Jadi, setelah meneliti dan menganalisis berbagai jawaban yang sudah masuk, akhirnya aku memutuskan pemenang dari giveaway ini adalah...

Paket 1 Voucher Buku 100k
Ratih Dewi @erdeaka

Paket 2 Kolpri If I Stay Series
Isro'in Tri Masruroh @isro_in

Paket 3 Paket Kolpri Teenlit
Rico Martha @richoiko

Yeay! Selamat untuk para pemenang. Bagi yang belum beruntung, doakan saja aku mendapat banyak rezeki sehingga bisa mengadakan giveaway kembali. Oh, ya. Bagi para pemenang, aku akan menghubungi kalian lewat DM atau surel. Hoho. Mohon konfirmasi dalam 2x24 jam. Kalau lebih dari itu, aku akan memilih pemenang baru.

Sekian untuk kali ini. Terima kasih atas perhatian kawan-kawan :D

Sincerely,
Puji P. Rahayu

Akhirnya, setelah berjuang menyelesaikan berbagai macam tugas--mulai dari policy paper hingga proyek sosial, aku ada kesempatan untuk update salah satu *sort of* feature  yang aku buat. Yap. Apalagi kalau bukan Bincang-bincang BBI Lintas Generasi. Seperti yang telah aku singgung sebelumnya, aku ingin mencoba untuk mengenal anggota BBI secara mendalam. Apalagi, banyak sekali anggota BBI yang belum aku kenal. Jadi, mulailah aku membuat artikel semacam ini karena terinspirasi salah satu tema untuk postingan BBI HUT 6 kemarin. Bedanya, aku mencoba untuk mengenal anggota BBI secara lintas generasi. 

Bincang-bincang BBI Lintas Generasi
Setelah aku kemarin berbincang-bincang *slash* wawancara dengan Lala (angkatan 2017) dan Kak Kiky (angkatan 2015), sekarang aku mau lanjut untuk mengupas kehidupan seseorang dari angkatan 2014. Wah, siapa ya?

Beliau ini, *ecie, beliau* merupakan salah seorang pengguna media sosial yang cukup aktif. Seenggaknya, di timeline twitter saya sih setiap hari ada. Terus, banyak banget loh yang kagum sama dia. Haha. Nggak tahu, ya. Mungkin memang segitu hitz-nya kakak yang satu ini sampai semua orang ngeh dan kenal sama beliau. Apalagi, tulisan di blognya itu kreatif--menurutku, sih. Jadi, terkenang. *halah.

Siapakah dia?

ABDURAAFI ANDRIAN

Orangnya yang ini.
Hasil browsing di LinkedIn
Yap. Kak Raafi adalah seorang bloger buku yang mengelola blog personal dengan nama Ough, My Books! Sekarang ini lagi kerja di Scoop. Dia juga dikenal sebagai founder dari PNFI. Selain itu, Kak Raafi juga pernah menjadi editor maupun proofreader beberapa novel. Wah, hitz sekali, bukan?

Aku pertama kali ketemu Kak Raafi itu waktu di IIBF. Yaa, saya sih sok kenal, ya. *digeplak. Sok-sok langsung nyapa. Kemudian, ketemu lagi waktu pelucuran seri Blue Valley di Falcon Publishing--sebenernya ini ngewakilin BBI, sih. Nah, ini lebih parah lagi sok kenalnya. Harapannya sih, Kak Raafi nggak bosen ngedengerin saya yang nyerocos dari A-Z. Lol.

Baiklah, kini akan kulampirkan hasil wawancara singkatku bersama kakak hitz satu ini.

Ps. Kalau nanti ada tulisan tebal dan miring di dalam kurung, itu berarti komentar penting nggak penting saya, ya. Dibaca aja.

Aloha, Kak Raafi! Apa kabar? Semoga sehat selalu dan berbahagia. Nah, berhubung aku lagi iseng dan pengin tahu anggota BBI lebih lanjut, aku mau buat artikel lintas generasi (Iyep. Biar kuy aja ceritanya). Alasan milih Kak Raafi apa ya? Nggak ada. Hahahaha. Iseng aja *pletak. Nah, pertanyaannya nggak banyak kok. Lima aja. Soalnya masih ada tiga narsum lainnya. Heheh. Ini ya kak pertanyaannya...

Walaupun tidak dipersilakan untuk memberikan kata pengantar alih-alih ditanya kabar yang setiap detik bisa dilakukan, setidaknya aku punya inisiatif untuk memberi kata pengantar. Aku membuatnya agar terlihat sedikit dramatis karena, yah, sudah lumayan lama sejak terakhir kali aku diwawancarai dan akhirnya sekarang aku dikasih kesempatan lagi oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Walaupun pertanyaan yang diberikan oleh Puji masih seputar yang itu-itu saja. Walaupun melakukannya tanpa alasan yang jelas. Tapi lebih baik ada daripada tidak sama sekali. Dan Puji harus membayar rasa sakit hatiku yang mewawancaraiku hanya sebatas iseng. Lihat saja pada jawaban-jawaban yang kuberikan di bawah ini. Jadi, mari kita mulai wawancaranya. (Sebenarnya Puji menamai sesi tanya-jawab ini bincang-bincang dan bukan wawancara, tapi aku tetap memilih istilah wawancara karena terkesan lebih formal.)

(Well, maafkeun aku, sang pewawancara yang tidak mengungkapkan alasan yang tepat. Alasan kenapa milih Kak Raafi? Banyak! Alasan paling sederhana, dari semua angkatan 2014 yang paling kutahu itu Kak Raafi. Jadi, kenapa enggak mencoba mengenal lebih jauh orang yang 'sekadar' kutahu. Selain itu, Kak Raafi orangnya reachable dan mudah dihubungi dan banyak alasan lainnya. Pada intinya, aku pengin mengenal lebih lanjut sosok Kak Raafi itu seperti apa. Kalau untuk masalah pertanyaan, sesungguhnya ini format yang aku buat hampir mirip dengan wawancara yang lainnya. So sorry kalo itu-itu lagi. :( Tapi, terima kasih banyak ya Kak Raaf sudah mau meladeni pertanyan-pertanyan aku :) Semoga bisa mencerahkan semua pihak yang membaca.) *masih merasa bersalah. *mengais-ngais tanah.

Perkenalan dulu dong, Kak! Siapakah Kak Raafi sebenarnya? Denger-denger, kakak mendirikan komunitas PNFI ya? Bisa diceritakan? Yaa, mungkin sekalian promosi.

Jawab: Halo. Perlukan aku jabarkan siapa diriku mengingat banyak orang yang sudah tahu siapa diriku? Sebenarnya ini hanya formalitas kan, Puji? Walaupun begitu, aku tetap akan menjawabnya. Namaku Raafi. Fun fact: dulu aku dipanggil Afi karena nama depanku Abduraafi dan pemisahan suku kata yang diberikan adalah 'Abdura-afi' alih-alih 'Abdu-raafi'. Namun, karena tiba-tiba hadir kontes musik di salah satu stasiun televisi swasta pada tahun 2000-an yang sungguh menjatuhkan reputasi nama Afi, ketika pindah sekolah, kuubah nama panggilanku menjadi Raafi. Tetap saja, sampai sekarang keluarga besar dan teman-teman zaman SD dulu memanggilku Afi. Jadi, panggil aku Raafi atau aku tidak akan bebal padamu saat kamu memanggilku dengan nama selain Raafi, apalagi Afi.

(Oh, begitu. Jadi, kalau semisal dulu tidak ada kontes musik itu, mungkin masih tetep pakai nama Afi ya sekarang?)

Dan, ya, aku sangat bangga dengan komunitas PNFI yang semakin ke sini semakin dikenal orang. Terlihat dari beberapa penerbit mayor Indonesia yang melirik komunitas ini dan melakukan kerja sama promosi novel-novel fantasi mereka. Dan, semenjak membuat akun Instagram-nya, PNFI semakin eksis di kalangan para penggemar novel fantasi Indonesia, seperti namanya. Untuk cerita lengkapnya baca aja obrolanku bersama Bebi di sini. Atau kalau terlalu malas untuk klik tautannya, aku tempel saja ya, soalnya aku juga terlalu malas untuk membuat ulang jawabannya: Tujuannya supaya para penggemar novel fantasi bisa berkumpul bersama, sharing tentang apapun di bawah lingkup novel fantasi. Banyak juga penulis-penulis fantasi amatir yang minta kritik dan sarannya di sana. Pokoknya segala tentang fantasi deh.

(Semoga PNFI semakin berjaya ya, Kak!)

Cukup kan?

Nah, waktu aku berkunjung ke blog kakak, nama blognya bikin aku mengeriut. Ough, My Books! Ada artinya nggak sih, kak? Mau tahu doong. Sama, siapa itu Bibli? Kayaknya doi muncul mulu deh.
Kalau mau tahu blog Kak Raafi, sila dipencet gambarnya :)

Jawab:

Serius? Mengeriut? Dalam KBBI Daring, mengeriut yang memiliki kata dasar keriut berarti tiruan seperti bunyi gesekan pohon bambu yang tertiup angin. Jadi, kamu membaca nama blogku lalu kamu merasa seperti mendengar gesekan pohon bambu yang tertiup angin? Wow. Aku tidak menduga bahwa nama blogku akan sekeren itu! Aku ambil "mengeriut" itu sebagai sebuah pujian, seperti namamu.

(Err..., sepertinya aku sudah mengantuk jadi nulisnya sampai kayak gitu. Maapin. But, thanks God! Artinya positif. *senyum.)

Oke. Sesungguhnya aku harus memikirkan ulang apakah aku mengganti nama blogku atau tetap seperti itu. Aku benar-benar lupa alasanku menggunakan nama "Ough, My Books!". Biar kuberi tahu rahasiaku: aku orangnya impulsif. Dan sisa-sisa memoriku juga memberikan peringatan bahwa nama tersebut diambil secara impulsif karena begitu banyak buku yang kumiliki saat itu. Dan karena aku orangnya terlalu drama untuk kehidupan yang stagnan ini, aku terkejut dengan buku-buku itu dan berkata: Oh, buku-bukuku! Dan karena aku mencintai bahasa Inggris, maka aku ubah kata-kata tersebut menjadi Ough, My Books! Nah, seperti itulah kira-kira yang terjadi pada nama blog ketika pemiliknya adalah orang yang impulsif, senang mendramatisasi, dan menyukai bahasa Inggris. Semoga sudah cukup jelas ya! Karena bila tidak, aku tidak tahu harus bilang apa lagi.

(Well, in my opinion, jadi orang impulsif nggak ada salahnya kok, Kak. Bahkan bisa jadi orang yang anti wacana. Hoho.)

Terus, sepanjang yang kutahu, Kak Raafi sering banget menang lomba resensi dari penerbit tertentu. Ada tips dan triknya nggak kak buat bisa menang? Ajarin aku gitu. Haha. Dan, Kak Raafi kayaknya sudah melebarkan sayap jadi proofreader dan editor di penerbit tertentu. Mau tahu dong kak gimana pengalamannya.

Jawab:

Sungguh ini pertanyaan yang akan membutuhkan seluruh masa karierku untuk menjawabnya. Tapi aku akan coba bersabar dan menjawab satu per satu.

Pertama soal sering banget menang lomba resensi. Masa sih? Ulasan bukuku cuma tiga kali menang Resensi Pilihan Gramedia Pustaka Utama dan cuma itu. Apakah ini pernyataan sarkastis? Atau sebuah bentuk sinisme? Apa pun yang niatmu menyatakan seperti itu, aku benar-benar tidak memiliki tip atau trik khusus dalam setiap penulisan ulasanku. Yang paling penting adalah bagaimana kamu mengambil hal menarik dari buku yang kamu baca dan mengembangkannya dengan bentuk pemikiranmu. Kemudian, tuliskan. Sejujur mungkin. Jangan mengada-ada. Bolehlah bila ditambah kalimat-kalimat dramatis agar tidak begitu kaku. Itu saja.

(Ehm, bukan sarkasme atau sinisme kok, Kak. Tapi aku memang kagum aja.)

Kedua: untuk menjadi editor dan proofreader, mungkin bisa dibilang beruntung. Awal mulanya adalah karena salah satu penerbit mencari editor lepas dalam proyek penerjemahan salah satu naskah fantasi. Penerbit tersebut mencari dengan kualifikasi seorang pembaca dan dari komunitas. Tujuan utamanya adalah agar pembaca tersebut mengetahui bagaimana proses menerbitkan novel terjemahan. Dan aku terpilih dari sekian banyak orang yang melamar (nggak tahu berapa banyak sih). Jadi, aku coba belajar secara autodidak bagaimana cara menyunting naskah yang baik dan ternyata hasil kerjaku dipakai dan berlanjut ke naskah-naskah selanjutnya. Sayangnya, akhir-akhir ini aku sudah tidak mendapat pesanan editing atau proofreading lagi. Aku rindu melakukannya. Adakah penerbit yang mau menggunakan jasaku lagi?

(Semoga bisa dapet tawaran lagi ya, Kak!)

Berhubung Bebi mau ulang tahun, apa aja sih pesan dan kesan Kak Raafi selama bergabung di BBI? Terus, harapan ke depannya buat BBI apa sih, Kak?

Jawab:

Aku selalu heran dengan istilah "pesan dan kesan". Bukannya semua dimulai dari kesan atas apa yang dirasakan terlebih dahulu, baru setelah itu memberi pesan? Jadi, aku akan memberikan kesanku terlebih dahulu. Aku merasa bahwa selama bergabung dengan BBI sampai detik ini, temanku semakin banyak. Karena salah satu alasanku gabung dengan berbagai komunitas di kota yang baru kusinggahi (well, aku akan rantau di Jakarta yang hebring ini) adalah memiliki teman yang menyukai hobi yang sama. Itu yang paling kurasakan. Hal-hal lain adalah bagaimana aku semakin berkembang dalam kepenulisan ulasan bukuku. Komitmen bergabung dengan BBI yang mengharuskan aktif di blog sekurang-kurangnya enam bulan sekali membuatku terus menulis apa saja. Seiring dengan itu, aku sembari mengasah kemampuan menulisku.

Aku berharap BBI kembali eksis. Dan karena aku termasuk Pengurus BBI, aku berharap isu regenerasi pengurus benar-benar terjadi agar BBI tetap kembali aktif dalam melakukan berbagai hal, terutama menyebarkan minat baca di Indonesia.

(Kalau memang akan ada regenerasi pengurus, semoga mekanisme bisa lebih jelas untuk anggota-anggota baru :) Semangat qaqa-qaqa pengurus!)

Silakan beri komentar tentang aku ya, Kak. Tapi pliss banget yang baik-baik aja. Hahaha. Jangan menjatuhkan harga diri saya yang tinggal seiprit ini. Hihihi.

Jawab:

Puji P. Rahayu. Aku sempat bertanya-tanya tentang nama blog Prayrahayu's Book, apakah kamu mendoakan buku-bukumu sendiri? Kita juga sempat hampir dari sore sampai malam jalan berdua, secara harfiah. Dan karena membahas tentang Hubungan Internasional yang merupakan prodi yang kamu ambil, aku jadi tertarik untuk mendalaminya. Walaupun sebenarnya, aku begitu mudah tertarik akan segala hal atau suka ingin tahu. Don't get me wrong, yes? Semoga kita bisa jalan bareng lagi ya! Tapi jangan di Tebet dan jangan makan indomie yang keasinan lagi! Sukses terus untuk karier dan keaktifan blognya! Cepat lulus dan bisa menjelaskan secara gamblang bagaimana penduduk Rohingya seharusnya diperlakukan oleh dunia!

(Wew. Boleh kak jalan bareng lagi. Eh, tapi, makananku sih enak-enak aja. Nggak keasinan juga. Atau kita sebenernya beda selera? Lol. Udaah, mampir ke Depok, sini. Lumayan kok banyak tempat makan unik. Oh ya, soal Rohingya, sepertinya akan masih tetap sulit :( Isu-isu migrasi seperti itu memang belum bisa ditangani oleh ASEAN. Apalagi, ASEAN masih pakai ASEAN-Way yang berpedoman pada norma non-intervention. Bisa baca tulisan Shaun Narine, mitav Acharya, Jorgen Ruland, Edy Prasetyono, dan lainnya. Kedaulatan negara masih di atas kepentingan non tradisional :( Yaa, banyak sekali hambatan dalam penegakan HAM. Nggak cuma soal Rohingya, tapi yang lainnya juga. *halah. Malah berasa kayak kuliah. Aamiin, ya Tuhan! Kuliah tinggal satu tahun lagi! Hore! Makasih doanya, kak.)

***
Nah, demikianlah hasil bincang-bincangku bersama Kak Raafi. Sesungguhnya, artikel ini mau diterbitkan sebelum Bebi ultah :( Tapi akunya nggak sempat melulu. Selain memang nabrak UTS, aku juga lagi banyak kegiatan. Alhasil, baru bisa diposting sekarang.

Sekali lagi, kuucapkan terima kasih banyak untuk Kak Raafi yang bersedia menjawab seluruh pertanyaan saya yang, yaaa, masih itu-itu aja. Mungkin, lain kali kalau ada kesempatan aku nanya pendapat kakak soal suatu isu aja kali, ya? Hoho. Semoga lagi, kalau kita ketemu lagi, kakak nggak bosen dengerin aku yang nyerocos nggak jelas. Semoga tahan ya, Kak! Lalu, kuucapkan sukses selalu buat Kak Raafi dengan semua hal yang sedang dikerjakan. Baik soal kerjaan maupun soal blogging dan lainnya. Selalu semangat ya, Kak!

Ya sudah. Saya pamit undur diri lalu. Untuk postingan selanjutnya, ditunggu ya. Karena ada salah seorang Living Legend di BBI yang berhasil aku korek-korek kehidupannya. Hoho. Siapa dia? Tunggu aja, ya! Akan segera kurilis hasil obrolanku bersama beliau.

Sincerely,
Puji P. Rahayu.

Girls in the Dark
Apakah kamu pernah ingin membunuh seseorang?

oleh Akiyoshi Rikako


4 dari  5  bintang

Sumber gambar: Goodreads
Judul : Girls in the Dark
Penulis : Akiyoshi Rikako
Genre : Misteri, Young Adult
Bahasa: Indonesia
Penerjemah : Andry Setiawan
Penyunting : Nona Aubree, Arumdyah Tyasayu (‘Hukuman Telak’)
Proofreader : Dini Novita Sari
Design Cover : Kana Otsuki
Ilustrator : @teguhra
Penerbit : Penerbit Haru
Tahun terbit : Juli 2016, cetakan kedelepan
Tebal buku : 289 halaman
ISBN : 978-602-7742-31-4
Beli di TM. Bookstore, Depok Town Square, Depok.

Edisi Repackaged (ISBN: 9786027742314)
Apa yang ingin disampaikan oleh gadis itu...?
Gadis itu mati.
Ketua Klub Sastra, Shiraishi Itsumi, mati. Di tangannya ada setangkai bunga lily.
Pembunuhan? Bunuh diri? Tidak ada yang tahu. Satu dari enam gadis anggota Klub Sastra digosipkan sebagai pembunuh gadis cantik berkarisma itu.
Seminggu sesudahnya, Klub Sastra mengadakan pertemuan. Mereka ingin mengenang mantan ketua mereka dengan sebuah cerita pendek. Namun ternyata, cerita pendek yang mereka buat adalah analisis masing-masing tentang siapa pembunuh yang sebenarnya. Keenam gadis itu bergantian membaca analisis mereka, tapi....
Kau... pernah berpikir ingin membunuh seseorang?
BONUS CERPEN: Hukuman Telak

Informasi lebih lanjut dapat dibaca di:

Bagiku, membaca novel bergenre horor ataupun thriller merupakan suatu hal yang menantang. Mengapa demikian? Karena pada dasarnya aku adalah orang yang penakut. Aku masih ingat pernah membaca novel Bangsal 13 dan berakhir tidak bisa tidur. Sungguh. Ada trauma tersendiri saat aku membaca novel bergenre sejenis.

Akan tetapi, suatu ketika, saat aku membaca novel thriller karya Lexie Xu, aku menjadi biasa saja. Setidaknya, aku masih mau membaca novel bergenre ini. Meskipun demikian, aku akan menolak mentah-mentah apabila aku harus menonton filmnya. Aku tidak bisa membayangkan semengerikan apa bentuk visualisasi dari cerita-cerita bergenre demikian.

"Kalau kau benar-benar ingin membalas budi, jangan kepadaku. Tapi lakukan pada orang-orang yang tidak beruntung."

Girls in the Dark sudah sering muncul di timeline media sosialku. Atau di blogroll-ku. Tanpa sadar, aku jadi penasaran dengan cerita ditawarkan. Apalagi, dari banyak resensi yang aku baca, Akiyoshi Rikako menawarkan cerita yang tidak biasa. Banyak twist yang disajikan. Maka dari itu, aku jadi tertarik untuk membaca seri garapan penulis lulusan Waseda University ini.

Cerita dimulai dengan kenyataan bahwa Ketua Klub Sastra SMA Putri Santa Maria, Shiraishi Itsumi, meninggal dunia. Berbagai spekulasi muncul akan penyebab kematian Itsumi. Banyak yang menganggap bahwa Itsumi mati bunuh diri, ada pula yang menganggap bahwa Itsumi mati dibunuh oleh anggota Klub Sastra lainnya.

"Nitani-san... kau... pernah berpikir ingin membunuh seseorang?"

Klub Sastra SMA Putri Santa Maria dapat dibilang merupakan klub paling eksklusif. Seluruh anggota yang tergabung di klub tersebut harus diundang secara pribadi oleh Itsumi. Lalu, yang berhak masuk pun adalah orang-orang yang memiliki keunikan masing-masing. Ada Nitani Mirei, si pintar penerima beasiswa; Kominami Akane, anak pemilik restoran Jepang yang gemar memasak ala barat; Diana Detcheva, seorang murid internasional asal Bulgaria; Koga Sonoko, murid IPA yang bercita-cita menjadi dokter; dan Takaoka Shiyo, penulis novel remaja yang sedang naik daun. Tak lupa pula ada Sumikawa Sayuri yang berkedudukan menjadi Wakil Ketua. Sayuri dan Itsumi sudah bersahabat sejak lama. Tidak heran apabila keduanya mengelola Klub Sastra yang sudah lama ditinggalkan.

Film Girls in the Darks
Setelah kematian Itsumi, anggota Klub Sastra yang tersisa berniat untuk mengadakan pertemuan rutin. Di pertemuan tersebut diadakan pula tradisi Yami Nabe, yakni memasukkan bahan-bahan yang dibawa ke dalam satu kuali besar. Kemudian, dimakan bersama-sama. Di sela-sela Yami Nabe, akan ada pembacaan cerita yang dibuat oleh masing-masing anggota. Dan, tema yang diangkat pada pertemuan ini adalah mengenai kemaitan Shiraisi Itsumi. Permasalahannya, ternyata cerita yang dibawakan oleh masing-masing anggota bertentangan. Siapakah yang benar? Siapa pula yang berbohong? Pada akhirnya, semua anggota saling menuduh satu sama lain sebagi pembunuh Shiraishi Itsumi, gadis cantik idola yang meninggal dunia.

Selesainya aku membaca Girls in the Dark ini, aku merasa terkejut  sedemikian rupa. Menurutku, novel ini merupakan salah satu jenis novel sialan yang berhasil memutarbalikkan fakta. Apa yang ada di awal dan dipercayai, langsung hancur di kesempatan berikutnya. Aku benar-benar salut dengan Akiyoshi yang berhasil menciptakan cerita mengejutkan seperti ini. Apalagi, cara Akiyoshi memaparkan setiap kejadian membuatku benar-benar terkecoh. Aku sampai tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Bravo!

Bagiku, novel ini ‘keseraman’nya tidak terlalu terasa. Mungkin karena tidak sebegitu gelapnya misteri yang ada. Apalagi, kebanyakan berfokus pada kematian Itsumi dan bagaimana cara dia meninggal. Bagiku, Gantung karya Nadia Khan lebih membangkitkan adrenalin. Ohh, baiklah. Mungkin ini hanyalah masalah selera. Yang pasti, saat aku membaca Girls in the Dark, aku tidak merasa semerinding itu.

Kemudian, bagiku tampilan dari Girls in the Dark terbitan Penerbit Haru ini enak dibaca. Selain tulisannya yang cukup manusiawi, ilustrasi yang ada di dalam bukuny pun menarik. Ditambah pula dengan sampul yang cantik dan koleksi-able. Aku jadi penasaran dengan novel selanjutnya, yakni The Dead Returns. But seriously, ini mereka nyambung nggak, sih? Atau sebenernya nggak nyambung? Hem, entahlah. Aku juga belum punya seri lanjutannya.

Pada intinya, novel ini bisa dijadikan alternatif apabila kamu mencoba untuk mendalami genre horor atau thriller. Twist yang tidak disangka dan gaya kepenulisan yang mudah dipahami, bisa menjadi salah satu daya tarik dari novel ini.


4 bintang untuk twist yang cukup sialan.

Sincerely,
Puji P. Rahayu