Image: mydramalist

Title: My Beautiful Man Season 2
Original Title: Utsukushii Kare Season 2
Screenwriter: Tsubota Fumi
Director: Sakai Mai
Number of episodes: 4 episodes
Stars: Hagiwara Riku, Yagi Yusei, Takano Akira, Wada Soko, Nimura Sawa, Ochiai Motoki

Having overcome the obstacles that stood between them in high school, Kazunari Hira and Sou Kiyoi have spent the past few years in relative bliss. Living together, they’ve been able to support each other as they learn to navigate the ups and downs of their adult life. But just because life has gotten better, doesn’t mean everything for the happy couple is perfect. Currently, in his fourth year of college, Hira has spent the majority of his free time following Kiyoi around in disguise. While Hira enjoys watching his boyfriend from afar, it has recently begun to dawn on him that with graduation looming, he might need to turn his attention elsewhere. With no part-time job experience whatsoever, Hira is starting to see that his favorite pastime may be doing him a disservice. A fact that only becomes more apparent as his classmates, with their impressive array of work experience, begin to turn their attention toward post-graduation job hunting. Feeling a bit left behind, Hira begins to wonder what it is he wants to do with his life. While Hira struggles at school, Kiyoi continues to work hard in his acting career. As both Kiyoi and Hira learn to deal with some of life’s more harsh realities, will their relationship stand strong, or will they find their bond beginning to crack under the pressures that come with adulthood?

***

After finishing the first season of Utskushii Kare, I realized that the second season has been finished with only four episodes. Since I want to know how Hira and Kiyoi's relationship will be, I tried to watch this second soon as fast as I can.


The Story


Now, Hira is in his senior in the university. It's time for him to decide on his career. But, as we know, Hira got a problem when he has to talk in front of someone else. Therefore, he couldn't pass on some interviews, even though just for a part-time job. In a way, Hira got frustrated because he still couldn't solve his own problem. 


Meanwhile, Kiyoi's career in the entertainment industry has been growing. Thanks to his fellow artist from the same agency, Anna, Kiyoi got a chance to have some roles in a drama. Well, you can say that Kiyoi's career become more shining than ever. 


Since their confession in the last season, Hira and Kiyoi live together at Hira's house. One thing that I really notice, even though there has been a confession, Hira still sees Kiyoi as someone he couldn't reach. He always feels that his feeling is one-sided. It's impossible for a King like Kiyoi could give attention and care to a pebble like him. Yeah, that what's Hira thought all along.


My Opinion


First, I like how Kiyoi becomes sweeter and care about Hira. I love how Kiyoi actually can help Hira to regain his confidence and also change his perspective of everything. But really, I have to admit that I am really annoyed by Hira. I mean, why has he always said sorry for everything even though he is not false? 


Then, I also couldn't bear his self-doubting, moreover about Kiyoi's feelings. I really want to slap him in the face and said, please, open your eyes and mind and realize that Kiyoi also has a feeling for you and it's possible for you to get what you want if you really mean it.


Maybe, Hira's scene that I like is when he dressed up cause Kiyoi asked him to. He looks more proper here xD


In a way, I feel so stressed watching Hira's attitude. Sigh. Thankfully, Kiyoi's presence in this series save my cringes. I love how Kiyoi acts toward Hira and also everyone else. Then, I should admit that Kiyoi is indeed beautiful.


Conclusion


If you want to know about the continuation of Hira and Kiyoi's relationship, please watch this second season. You will find how sweet and cute Kiyoi is here.


7 out of 10 stars for Kiyoi.


Sincerely,
Ra

Image: Wallpaper Abyss

Judul: Suzume
Judul asli: Suzume no Tojimori
Tahun rilis: 2022
Durasi: 2 jam 2 menit
Sutradara: Makoto Shinkai
Nonton di Cinepolis Kalibata City Square

A modern action adventure road story where a 17-year-old girl named Suzume helps a mysterious young man close doors from the outer side that are releasing disasters all over in Japan.

***

Kemarin hari, Mbak Indri ngajakin buat nonton film garapan Makoto Shinkai terbaru, yakni Suzume. Well, aku sudah mengenal karya Shinkai sejak Kimi no Nawa. Jadi, aku setuju saja saat diajak untuk menonton film satu ini. Setelah melalui drama-drama kehidupan kantor minggu kemarin, akhirnya kita putusin buat nonton di Kalibata City. 


The Story


Suzume telah kehilangan ibunya sejak kecil. Suatu bencana besar merenggut nyawa ibu Suzume dan memori perpisahan itu masih diingat Suzume dengan begitu jelas. Maka dari itu, sekarang Suzume tinggal dengan bibinya, Tamaki Iwato. 


Suatu hari, di perjalanan menuju ke sekolah, Suzume berpapasan dengan Sota Munakata. Paras Sota yang begitu tampan membuat Suzume terkesima. 


Setelah berpapasan dengan Sota, Suzume meneruskan perjalanannya ke sekolah. Akan tetapi, saat ia telah sampai, ia melihat bayang-bayang berwarna merah hitam yang mirip cacing tapi berukuran super besar dan sepertinya berakar di reruntuhan yang sempat ditanyakan Sota sebelumnya. Hanya Suzume yang bisa melihat bayangan si cacing itu, tanpa pikir panjang, ia pun pergi ke reruntuhan tersebut. 


Lalu, ia menemukan Sota yang sepertinya sedang berupaya menutup pintu, yang anyway menjadi gerbang bagi si cacing. Suzume pun berupaya membantu Sota untuk menutup pintu tersebut. Setelah berhasil, Sota tak menjelaskan bahwa di dunia ini memang ada gerbang-gerbang yang bisa menjadi tempat keluarnya si cacing. Apalagi sang penutup pintu, dalam hal ini Sota, tak berhasil menutup pintu itu tepat waktu, maka si cacing bisa jatuh dan menyebabkan terjadinya gempa.


Ahh, aku tidak bisa merangkum dengan singkat. Haha. Masalah datang kala salah satu penjaga kunci, Daijin, tak sengaja dilepaskan oleh Suzume. Maka dari itu, si cacing menjadi lebih mudah keluar dari gerbang yang tak terjaga. Parahnya lagi, Daijin juga semacam dikerjai oleh Daijin dan ia berubah menjadi kursi. 


Perjalanan panjang mencari gerbang-gerbang yang terbuka untuk mencegah terjadinya gempa bumi di Jepang pun dimulai. 


The Opinion


Makoto Shinkai selalu berhasil menampilkan kisah-kisah menyentuh dengan twist yang sungguh relatable. Sesungguhnya, aku sudah mulai tahu kalau Suzume ini secara tidak langsung menggambarkan bencana-bencana besar yang terjadi di Jepang, salah satunya gempa bumi yang terjadi pada tahun 2011 yang membuat reaktor Fukushima bocor. Gempa besar itu juga telah menewaskan lebih dari 14.000 jiwa. Tentunya, bencana ini begitu membekas di memori warga Jepang dan terus menjadi trauma tersendiri.


Sayangnya, aku belum menonton Weathering with You, jadi aku tak bisa membandingkan bagaimana jalur ceritanya. Akan tetapi, di sini, sedari awal kita sudah dipaparkan apa permasalahan yang muncul dan apa yang ingin dicapai oleh para tokoh utama. Jadi, tak terlalu ada twist yang sebegitunya. Seenggaknya, tidak ada twist semencengangkan di Kimi no Nawa.


Mungkin ada yang berkomentar soal bagaimana proses jatuh cinta antara Suzume dan Sota terasa begitu cepat. Akan tetapi, kalau dipikir-pikir, elemen drama ini yang dibutuhkan supaya ada alasan bagi Suzume untuk mau membantu Sota sedemikian rupa. Yaa, let's say just a young love in the air.


Kalau hal yang paling aku suka dari Suzume adalah bagaimana Makoto Shinkai berhasil menghadirkan unsur thrilling di sepanjang film. Aku bisa merasakan kepanikan Suzume saat para cacing itu sudah akan menyentuh daratan. 


Conclusion


Menurutku, Suzume ini menarik banget untuk ditonton. Aku bisa bilang ceritanya memang bagus dan kerasa fresh. Jadi, menurutku kalau kalian memang penggemar anime, Suzume ini selalu bisa jadi pilihan.


8 dari 10 bintang untuk Suzume.


Sincerely,
Ra

Image: PBS

Judul: A Thousand Cuts
Tahun rilis: 2020
Sutradara: Ramona S. Diaz
Penulis: Ramona S. Diaz
Durasi: 1 jam 39 menit
Nonton di pemutaran khusus yang diadakan oleh kantor 

A look at how Philippine President Rodrigo Duterte uses social media to spread disinformation.

***

Beberapa hari lalu, kantorku membuat acara dan salah satu kegiatannya adalah melakukan pemutaran film A Thousand Cuts. Film garapan Ramona Diaz ini menceritakan bagaimana Maria Ressa bersama dengan media yang dipimpinnya, Rappler, menjadi target represi dari pemerintahan Rodrigo Duterte di Filipina. 


Anyway, sebagai penyelenggara acara, aku kebagian tugas untuk mengecek film ini saat sebelum ditampilkan. Jadi, terhitung sudah dua kali aku menonton film ini.


The Story


Pada saat Rodrigo Duterte memimpin Filipina, ia mengeluarkan kebijakan yang sangat kontroversial, yakni war on drugs. Setiap warga yang menjadi pengguna maupun pengedar, akan ditembak mati. Tak heran apabila mayat-mayat bergelimpangan di jalanan kala kebijakan ini diterapkan.


Rappler merupakan media di Filipina yang sangat vokal dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Duterte. Keberanian para reporter Rappler ini lambat laun mengusik pemerintah Duterte, yang nyatanya memang anti kritik. Duterte dan para loyalisnya bahkan menciptakan hoaks soal Rappler. Rappler dianggap sebagai media asing milik Amerika dan berita-berita yang disampaikan oleh Rappler hanyalah hoaks semata.


Puncaknya, reporter Rappler, Pia Ranada tidak diperbolehkan untuk masuk ke Malacanang. Lalu, Maria Ressa sebagai pendiri dan CEO Rappler, dikriminalisasi dan terancam harus mendekam di penjara.


The Opinion


Film dokumenter ini bagus dan tentunya, to some extent relatable dengan keadaan yang ada di Indonesia. Yang mengkritik pemerintah, ya akan direpresi sedemikian rupa. Jadi, memang pas menjadi bahan refleksi saat kita membicarakan bagaimana demokrasi di negeri kita ini juga sama terancamnya dengan yang ada di Filipina.


Yang harus kugarisbawahi, A Thousand Cuts berhasil menampilkan scene-scene yang thrilling. Jadi, meskipun durasinya cukup panjang, iya, 1 jam 50 menit, tapi bisa jadi tak terasa kalau kita betul-betul fokus untuk menontonnya.


Lalu, yang menjadi refleksi juga adalah, bagaimana keteguhan Maria Ressa begitu tergambar dengan apik dalam film ini. Bagaimana respons dia saat mendapatkan serangan dari para loyalis Duterte, keteguhannya mempertahankan apa yang ia anggap benar, dan keyakinannya bahwa apa yang ia lakukan bukanlah suatu hal yang salah. Mengkritik penguasa yang ugal-ugalan merupakan salah satu fondasi dari terwujudnya demokrasi yang bermartabat.


Conclusion


Menarik banget untuk ditonton dan direfleksikan dengan apa yang terjadi di Indonesia. Nyatanya, demokrasi di Indonesia juga sedang rapuh. Bukan lagi stagnan, tapi bahkan mungkin memang sedang mengalami regresi.


Jadi, 7.5 dari 10 bintang untuk keteguhan Maria Ressa.


Sicnerely,
Ra

Image: Watchdoc

Judul: Undocumented
Sutradara: Edy Purwanto
Tanggal rilis: 7 Maret 2020
Durasi: 1 jam 15 menit
Rumah produksi: Watchdoc
Nonton di amphiteater Visinema Pictures

Film dokumenter ‘Undocumented’ mengangkat kisah para pekerja migran Indonesia di Malaysia yang harus berjibaku dan berjuang saat wabah Covid-19 melanda negeri jiran tersebut.

***

Undocumented merupakan film dokumenter terbaru garapan Watchdoc, bekerja sama dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).. Kemarin kebetulan dapet kesempatan untuk nonton screening pertamanya di Visinema. Kali ini, Watchdoc pengen mengungkap hal-hal yang tak tergambarkan selama pandemi, khususnya apa yang terjadi kepada para pekerja migran di luar negeri.


The Story


Dampak dari pandemi Covid-19 dapat dirasakan di setiap lini kehidupan, termasuk bagi para pekerja migran. Selain memberikan dampak, pandemi juga terkadang malah menunjukkan bagaimana suatu sistem di negeri ini, telah bobrok sedemikian rupa. 


Selama pandemi, para pekerja migran di Malaysia menghadapi berbagai macam bentuk masalah. Mulai dari larangan untuk bekerja, keluar dari tempat tinggal mereka, dan lainnya. Otomatis, mereka tidak bisa mendapatkan penghasilan dengan normal selama pandemi.


Lalu, dalam keadaan yang serba sulit itu, sangatlah sulit bagi mereka untuk bisa mengakses bantuan, baik dari pemerintah Indonesia, maupun dari pemerintah Malaysia. Meskipun memang ada bantuan yang disalurkan oleh perwakilan Kementerian Luar Negeri Indonesia di Malaysia, sayangnya jumlah bantuan tersebut tak mampu menjangkau seluruh pekerja migran di Negeri Jiran tersebut.


Permasalahan lainnya yang muncul, apabila para pekerja migran Indonesia (PMI) ini tertular Covid-19. Belum tentu pelayanan kesehatan gratis di negara tujuan bisa menampung mereka. Pun kalau mereka harus dirawat di pelayanan kesehatan swasta, akan ada dana yang keluar dari kocek pribadi mereka--dan tentunya tidak semua orang memiliki sumber daya yang sama. 


Kemudian, apabila PMI tersebut meninggal dunia, akan ada tantangan tersendiri pula yang dihadapi. Mulai dari mengurus jenazah saat keluar dari rumah sakit, hingga prosedur penguburan yang dikehendaki, apakah dilakukan di Malaysia, atau bisa dibawa pulang ke Indonesia. Tentunya, prosedur-prosedur yang harus dijalani harus melewati sejumlah birokrasi yang tidak mudah dan menghabiskan biaya yang lumayan.


Ketika ditelusuri kembali, salah satu hal yang menjadi penyebab ketidaksiapan pemerintah Indonesia dalam melindungi warganya di luar negeri adalah soal data--masih aja ya masalah klasik yang muncul. Dari pihak kementerian luar negeri, tidak pernah ada data pasti berapa jumlah orang Indonesia yang berada di luar negeri. Yang ada sampai sekarang hanyalah perkiraan jumlah yang dikeluarkan oleh Bank Dunia pada tahun 2017--duh, ini juga udah lama banget, ya. 


Bank Dunia mengasumsikan ada sekitar 3 juta orang Indonesia yang berada di luar negeri. Aku lupa tepatnya siapa yang mengatakan, apakah Kemenlu atau bukan. Yang pasti, sekarang ini pemerintah Indonesia hanya memegang data 3 juta orang dari kemungkinan 9 juta orang Indonesia yang ada di luar negeri. Hal ini tentu saja menjadi penyebab kegagapan terbesar pemerintah Indonesia dalam melindungi warga negara yang berada di luar negeri.


The Opinion


Dibandingkan Kinipan, tentu saja Undocumented jauh lebih rapi alurnya. Tidak terlalu banyak keluar jalur dan sesungguhnya, memang benar menggamparkan gagapnya pemerintah dalam menghadapi pandemi, khususnya yang berhubungan dengan PMI.


Salah satu hal yang menarik, atau bisa dibilang cukup membuatku terganggu adalah ketika dari pihak pemerintah menyalahkan para PMI ketika mereka ke luar negeri melalui jalur non-prosedural. Permasalahannya, para PMI ini terkadang bahkan tidak tahu bahwa jalur-jalur non-prosedural dapat membahayakan mereka. Ada pihak-pihak broker tak bertanggung jawab yang menjebak mereka. 


Bukan berarti semua PMI yang pergi secara non-prosedural memang berkeinginan untuk bekerja sebagai undocumented migrants. Bisa saja itu merupakan hasil tipu daya semata dari para broker yang mengambil keuntungan dari PMI sebesar-besarnya. Sayangnya, di film ini tak dibahas bagaimana peran si broker dalam rantai penyaluran PMI ke luar negeri. Maksudku, ada juga lho, celah yang muncul di situ dalam upaya perbaikan tata kelola migran di Indonesia.


Secara perspektif, film ini cukup imbang. Meskipun memang mengungkap sejumlah fakta mencengangkan tentang keadaan para PMI selama pandemi, sang sutradara berupaya untuk memberikan dua perspektif, baik dari masyarakat sipil maupun pemerintah. Well, suatu hal yang jarang terlihat di produk-produk garapan Watchdoc sebelumnya. Aku tidak bisa terlalu berkomentar jauh soal ini.


Conclusion


Bagiku, film dokumenter kali ini lebih baik daripada Kinipan secara alur. Tidak terlalu ingin mencoba menyambungkan berbagai macam isu ke dalam satu film. Kegagalan pemerintah Indonesia dalam menghadapi pandemi haruslah tetap menjadi pembahasan hingga saat ini. 


Relevansinya tetaplah ada karena bagaimanapun, tahun politik telah dekat. Sudah pasti nanti akan ada sejumlah tokoh yang mengklaim "keberhasilan" mereka dalam menangani pandemi--yang anyway belum tentu benar demikian.


7 dari 10 bintang untuk karya Wwatchdoc satu ini.


Sincerely,
Ra

Image: tvN

Title: Crash Course in Romance
Other Title: One Shot Scandal
Screenwriter: Yang Hee Seung
Director: Yoo Je Won
Genres: Comedy, Romance, Mystery, Thriller
Number of episodes: 16 episodes
Stars:  Jeon Doyeon, Jung Kyungho, Lee Bongryun, Oh Eushik, Shin Jaeha, Roh Yoonseo
Watched on Netflix

Nam Haeng Sun used to be a national athlete. She now runs a side dish store. She has a super positive personality and seemingly unlimited stamina. She chooses a new direction and enters the private education field, which is for students preparing for their university entrance exam. Unexpectedly, Nam Haeng Sun gets involved with Choi Chi Yeol. Choi Chi Yeol is a popular instructor in the private education field and is known as Ilta Instructor (most popular instructor). He works hard at his job. As an instructor to his students, he speaks without reserve and implements showmanship in his lessons. He has accumulated wealth and fame as a popular instructor, but, with increasing success, he has become more sensitive, prickly, and indifferent to people. He then meets Nam Haeng Sun with her super positive personality and never ending stamina. The relationship between Nam Haeng Sun and Choi Chi Yeol develops romantically.

***

In order to watch a light and not really stressed-out k-drama, I was intrigued to watch Crash Course in Romance. I watched it from the beginning. Yeah, I watched it as an ongoing drama. Well, I really didn't regret my decision because this drama is indeed good and refreshing.


The Story


Nam Haengseon (Jeon Doyeon) used to be a national athlete in handball. But, some incidents made Haengseon have to give up her career and choose to raise her daughter, Nam Haee (Roh Yoonseo). For now, she runs a side dish store that is quite famous around her neighborhood. She has a very bright personality and positive energy.


Then, there is Choi Chiyeol (Jung Kyungho), a star teacher in the private education field. He is specialized in math and everyone admires him. His class is always full and his popularity gave him a very successful path in life. But, Chiyeol is actually got his own problem. He has become more sensitive and indifferent to people. His busyness made his health condition drop and stress. Therefore, he got some trouble eating. After consulting with a psychologist, especially to deal with his stress, Chiyeol found that he can only eat from Nation's Best Banchan, the store that running by Haengseon. 


The problem is, some incidents made Haengson got very suspicious of Chiyeol. Then, another unexpected thing between them is the fact that Haee really wants to enter Chiyeol's class since her math score is not really improving. Well, seems like Haengseon and Chiyeol's fate has been intertwined and the story goes on.


My Opinion


Actually, one of the reasons I watched this drama is because of Jung Kyungho. I wonder how will he acts here since Junwan's character from Hospital Playlist is really strong on him, at least for me. But, worries aside, we still can find the petty Junwan that we saw on Hospital Playlist, but we also still find a new side of him. 


Then, like I said before, I really need a light and refreshing drama to watch. Therefore, when I realized that Crash Course in Romance has a comedy genre, I just felt that I should watch it. 


For me, the story is quite refreshing. I love how every conflict got a very clear ending in the end. Start from Haengseon-Chiyeol's relationship, Haee's relationship with her real mother, Haee-Sunjae's relationship, and even how Sua's family life has been going so far. 


In a way, Crash Course in Romance reminded me of Sky Castle but as a light and bright version. I know there is some thriller-mystery element on it. It also reminded me of When the Camellia Blooms. But, in my opinion, the mystery side is not really heavy. Maybe, some people would like to complain about how Ji Dong Hee ended, but I don't know. I just feel that it's the best way to end it like that, in a way. 


Conclusion


I feel satisfied enough with this k-drama. It's not really stressful but still gave us some perspective about the Korean education system. I just felt that they managed to give us a perspective about the education system there, but not with the dark vibe like in Sky Castle. Most of the characters are very bright and the comedic scene could be found here and there. So, I just really enjoyed when watching it.


8.5 out of 10 stars from me. 


Sincerely,
Ra

Image: google

Judul: Virgo and the Sparklings
Sutradara: Ody C. Harahap
Penulis: Ellie Goh, Rafki Hidayat, Is Yuniarto
Pemain: Adhisty Zara, Bryan Domani, Mawar Eva de Jongh, Ashira Zamita, Satine Zanita, Rebecca Klopper
Durasi: 1 jam 47 menit
Nonton di Cinepolis, Depok Town Square

Riani seorang remaja yang tidak terlalu normal, berurusan dengan kehidupan remaja sehari-hari yang “normal”, cinta, dan persaingan bersama sahabat dan teman band-nya, Ussy dan Monica. Sambil belajar mengendalikan kekuatan api & sinestesia. Di tengah krisisnya sebagai remaja, ternyata ada bahaya yang sangat besar bagi manusia. Apakah menyelamatkan dunia juga tanggung jawab anak muda? Aduh repotnya!

***

Setelah kemarin aku bisa dikatakan full sembuh dari sakit, akhirnya aku memutuskan untuk nonton film ketiga dari Bumilangit Cinematic Universe. Yap, apalagi kalau bukan Virgo and the Sparklings. Pendapatku? Menawarkan kisah super hero yang lebih relate buat generasi Z sih, kayaknya. Lalu, tentunya jauh lebih ringan dibandingkan dengan dua film BCU lainnya.


Tentang Cerita


Sejak kecil, Riani (Adhisty Zara) memang punya kekuatan super. Ia bisa mengeluarkan api dari tangannya dan ia bisa mengenali warna suara di sekitarnya atau yang bisa disebut sebagai sintesa. Sayangnya, kekuatan Riani untuk mengeluarkan api ini kadang tidak terkontrol. Alhasil, dia sempat menimbulkan kebakaran di sekolahnya berkali-kali. Hal ini jugalah yang membuat dirinya harus berpindah-pindah sekolah.


Kali ini, Riani berpindah ke SMA 3 Bandung. Kedua orang tuanya terus memperingatkan Riani untuk lebih berhati-hati dengan obsesinya terhadap api (?). Nah, di sekolah barunya inilah Riani berhasil menjalani kehidupan SMA-nya dengan cukup normal. Ia bisa nge-band bareng Ussy (Satine Zaneta) dan Monica (Ashira Zamita) yang dimanajeri oleh Sasmi (Rebecca Klopper). Mereka membentuk band rock yang mereka namai The Virgos. Selain itu, Riani juga bertemu cowok yang membuat hatinya berdebar, Leo (Bryan Dormani).


Di tengah kesibukan The Virgos yang sedang mengikuti kompetisi Stardom, tiba-tiba saja kasus kesurupan anak muda meraja lela di seluruh negeri. Anak yang kesurupan ini menjadi pemarah dan bahkan menyerang orang tua mereka. Dari situlah, Riani mengetahui kalau kekuatan apinya bisa menolong para anak yang kesurupan. 


Pendapatku


Tentu saja, Virgo and the Sparklings ini menjadi salah satu film BCU favoritku. Ceritanya ringan tapi relatable banget. Lalu, vibe-nya juga enggak se-dark dan njelimet Gundala ataupun Sri Asih. Kemarin waktu ngobrol sama Sup, yang ngebuat Virgo ini pace-nya jadi cukup cepat adalah gimana Riani enggak sibuk nyari tahu asal kekuatannya. 


Yaa, meskipun in a way, hal itu yang bikin penasaran, ya? Tapi, dengan enggak adanya kisah mencari asal mula kekuatannya, cerita di Virgo flow-nya lebih sat set dan enggak lama. Bisa dibilang, dengan durasi yang hampir 2 jam, Virgo seru banget dinikmati. Enggak bikin bosen.


Alur yang dibangun soal si musuh juga cukup make sense. Meskipun aku malah jadi penasaran, si Carmin (Mawar de Jongh) ini berarti musuhnya terpisah, ya, dengan musuh-musuh lain di BCU? Apa sebenernya dia termasuk tentara-nya Dewi Api? 


Sejumlah cameo yang muncul di Virgo and the Sparklings juga jadi daya tarik tersendiri. Mulai dari si Ridwan Bahri (Lukman Sardi), si anggota DPR yang sudah muncul dari zaman Gundala. Di akhir juga Sancaka (Abimana Aryasatya) bareng Cempaka (Vanesha Prescilla) juga muncul. Nah, ini yang bakal jadi bikin penasaran nantinya. Bakal gimana ya, Avengers versi BCU nantinya? Hero mana aja dan bakal ngelawan siapa aja nanti?


Kesimpulan


Seru! Menurutku Virgo and the Sparklings tuh semacam jadi versi Spider-man versi BCU. Lebih dekat isunya ke anak muda dan jauh lebih sat set ceritanya. Aku beneran menikmati sih, waktu nonton.


Jadi 8 dari 10 bintang deh untuk lagu-lagunya The Virgos yang seru juga didengerinnya.


Sincerely.
Ra

Image: LDH

Judul: My Beautiful Man
Judul lain: Utsukushii Kare
Sutradara: Sakai Ma
Penulis naskah: Tsubota Fumi
Pemain: Hagiwara Riku, Yagi Yusei, Takano Akira
Jumlah episode: 6 episode

Seventeen-year-old Hira, who is at the bottom of the class, tries to remain invisible at school, never wanting to open his mouth and expose his stuttering speech to his classmates. He views the world through his camera lens, detached until one day, Kiyoi Sou walks through the classroom door. The impact is instantaneous. Hira finds himself pulled into Kiyoi's gravity, following him everywhere and attending to his every need. Popularity comes easily to beautiful Kiyoi, who is always surrounded by his classmates. He uses his status to get what he wants, ordering around the boy who stares at him with his big eyes and seems to worship him like a god. Hira contents himself to merely exist within Kiyoi's orbit, asking for nothing in return…

***

Sesungguhnya, aku sudah mengetahui keberadaan dari drama BL ini cukup lama. Hanya saja, belum ada kesempatan untuk menontonnya. Kalau aku ingat-ingat kembali, mungkin Utsukushii Kare adalah drama BL Jepang kedua yang kutonton setelah My Faded First Love. Kesimpulan setelah menonton? Masih belum ada yang bisa mengalahkan Kiekoi bagiku.


Tentang Cerita


Hira Kazunari menyukai fotografi. Alasannya? Melalui lensa kamera, ia tak perlu menjadi bagian dari dunia yang kadang membuatnya gugup. Ia hanya melihat sebagian dunia melalui lensanya dan ia merasa, dunia yang tak semenakutkan kenyataannya. Suatu kejadian di awal tahun terakhir di sekolah menengahnya, membuat Hira tertarik pada kehidupan Kiyoi Sou. Seorang cowok populer yang pada akhirnya menyedot perhatian Hira sepenuhnya.


Di sisi lain, Kiyoi juga penasaran dengan Hira yang terlihat begitu tertarik padanya. Ia pun membuat Hira menuruti semua perintahnya. Lalu, suatu ketidaksengajaan membuat Hira mengetahui rahasia Kiyoi.


Pendapatku


Hmm, pertama aku masih enggak paham, kenapa, ya, male lead di drama BL tuh harus selalu awkward? Kenapa sih, Hira enggak bisa berlaku biasa aja, gitu? Aoki saja di Kiekoi menurutku tidak sebegitu awkward-nya. 


Lalu, untuk Kiyoi, aku akui dia ini termasuk cowok cantik. Penampilannya juga cool. Hanya saja, ternyata sisi dia yang sebenernya, yang baru ter-reveal di tiga episode terakhir malah membuatku mengerutkan kening. Astagah. Ternyata Kiyoi di sini menjadi sosok yang lebih feminin, ya? 


Menurutku, ceritanya cukup straightforward. Struggle dari Hira dan Kiyoi cukup tergambar. Aku juga suka dengan keberadaan Koyama yang menjadi salah satu peletup konflik di antara Hira dan Kiyoi. Tapi entah mengapa, Utsukushii Kare ini belum bisa menjadi drama BL yang kusukai. Aku masih merasakan ke-cringe-an saat menontonnya. Sama seperti waktu aku menonton Cherry Blossoms After Winter.


Kesimpulan


Sebagai drama pendek, yaa masih seru kok untuk diikutin. Lalu, aku juga masih penasaran dengan season kedua dari drama ini. Apakah Hira sudah tidak lagi awkward? Atau bagaimanakah nanti hubungan antara Hira dan Kiyoi bisa berjalan?


6.5 dari 10 bintang aja, deh, untuk drama kali ini.


Sincerely,
Ra

Judul: Mata di Tanah Melus
Penulis: Okky Madasari
Tahun terbit: 2018
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal buku: 192 halaman
Baca di Gramedia Digital

Pesawat kecil kami mendarat di negeri antah-berantah. Saat pesawat itu mulai merendah, aku bisa melihat hamparan hijau yang tak terlalu lebat, juga tak benar-benar hijau. Hijau yang kering dan lesu, namun justru terlihat ramah dan tak menakutkan untukku.

Perjalanan ke salah satu wilayah terluar Indonesia mengantarkan Matara, gadis berusia dua belas tahun, pada petualangan menakjubkan yang belum pernah ia bayangkan. Dunia yang serbaganjil pun menjadi sebuah kenyataan baru untuknya.

***

Novel karya Okky Madasari selalu menjadi novel yang kusuka. Berbagai bentuk kritik sosial dilontarkan oleh Okky. Kali ini, aku menyelami kisah Matara, kisah petualangan yang ditujukan oleh Okky untuk anak-anak.

Tentang cerita

Matara dan mamanya pergi meninggalkan Jakarta. Hal ini terjadi karena Papa sudah tak lagi bekerja dan pertengkaran selalu menghampiri mama dan papa. 

Mama adalah seorang pencerita. Ia membuat cerita untuk kemudian dituliskan. Bisa dibilang, Mama adalah perempuan yang cukup ensentrik dan tidak konservatif.

Perjalanan ke daerah timur Indonesia mengantarkan Mata ke sebuah petualangan yang sama sekali berbeda dari bayangannya. Ketika terpisah dari mamanya, Mata berkunjung ke tanah Orang Melus, bertemu dengan Ratu Kupu-kupu, dan juga Dewa Buaya. Ditemani Atok, Mata bertualang dan menyadari bahwa banyak hal yang mungkin tidak bisa dijelaskan oleh logika manusia biasa.

Tentang pendapatku

Dari awal, Okky memang menekankan bahwa kisah Mata adalah sebuah kisah petualangan anak-anak. Apakah ada siratan kritik sosial di dalam kisah Mata ? Tentu saja ada. Meskipun tipis saja. Tidak menjadi bagian utama dari kisah petualangan ini.

Membaca Mata di Tanah Melus memang serasa membaca kisah petualangan anak-anak yang menemukan tempat baru. Mereka menghadapi pengalaman baru sembari bertemu dengan orang-orang dewasa yang terkadang tidak memahami mereka.

Bagiku, membaca novel ini memang menjadi novel penghibur. Masalah yang dibawa tidak terlalu berat. Ini tentang Mata yang mencari mamanya. Mereka tak sengaja terpisah dan berakhir membuat Mata mengalami pengalaman yang tak biasa.

Kesimpulan

Ini kisah sederhana yang bisa dinikmati dalam sekali hidup. Menurutku, cocok lah untuk dijadikan buku bacaan bagi anak-anak. Meskipun, bagi yang tidak lagi anak-anak, kisah Mata juga lumayan menarik untuk diikuti.

Bahkan, aku malah penasaran dengan kisah 
Mata selanjutnya. Apakah berhubungan dengan buku pertama ini? Apakah Mata akan kembali terpisah dari mamanya?

3.5 dari 5 bintang untuk kisah Matara.

Sincerely, 
Ra
Image: google

Judul: Detective Conan: The Culprit Hanzawa
Genre: Animasi, Komedi
Jumlah episode: 12 episode
Nonton di Netflix

It is a spin-off of the original manga Detective Conan by Gosho Aoyama and stars the black-silhouetted "criminal" that appears in the main series to represent the mystery culprits.

***

Spin off Detective Conan paling absurd yang pernah kutonton? Harus kuakui, sepertinya Detective Conan: The Culprit Hanzawa ini adalah jawabannya. Alasan menonton karena waktu itu sempat di-mention oleh Mbak Natsu di grup. Lalu, spin off lain yang didistribusikan oleh Netfliz, Zero's Tea Time menarik dan bagus untuk ditonton. Jadilah, kupikir The Culprit Hanzawa akan memberikan vibe yang sama. Ternyata, ya beda jauh.


The Story


Hanzawa, sesosok tokoh yang berwujud kriminal, baru saja pindah ke Beika dari kampung. Dia merasa kalau dia punya kemampuan untuk berbuat jahat, baik sebagai perampok, teroris, atau bahkan pembunuh. Alasan terbesarnya untuk pindah ke Beika pun untuk menjadi seorang kriminal dan target utamanya adalah detektif SMA asal Tokyo, siapa lagi kalau bukan Shinichi Kudo. 


Akan tetapi, Hanzawa sendiri tidak se-evil yang ia akui. Ia hanyalah anak rantau yang harus berpikir keras untuk bisa bertahan hidup di kota besar. Seperti anak pindahan lainnya, ia harus beradaptasi tinggal di Beika, dengan mencari tempat tinggal murah dan juga pekerjaan. Nah, uniknya, setiap keputusan yang ia ambil, malah mempertemukan dia dengan karakter-karakter lain di Conan. Mulai dari Ran--yang rambutnya lebih seperti tanduk di sini--dan ayahnya, para detektif cilik, Profesor Agasa, Hatori, bahkan hingga Kid. 


Yang aku tidak sangka, Hanzawa juga malah bertemu dengan Saguru Hakuba. Rasanya sudah lama sekali aku tidak melihat kemunculan salah satu Gosho Boys musuh dari Kid itu. Jadi, inti dari seri anime ini adalah, perjalanan Hanzawa beradaptasi dengan kehidupan barunya di Beika. Sembari, menyusun rencana untuk bisa menjadi seorang kriminal sejati.


The Opinion


Beneran, deh. Kisah Hanzawa ini memang kisah paling absurd yang pernah kutonton. Alasan kenapa dia pengen jadi kriminal aja enggak ada. Para tokoh yang muncul memang resemble tokoh mereka yang asli di serial Conan, tapi kerasa banget kalau personality dan penampilan mereka berbeda jauh. 


Sebagai sebuah spin off, ya seri kali ini memang berbeda banget. Kalau aku baca-baca, seri animasi dari The Culprit Hanzawa ini khusus diadaptasi sebagai bagian dari proyek 100 volume Conan. Jadi, enggak heran juga sih, kalau kebasurdan dari sosok Hanzawa yang ditampilkan.


Conclusion


Kalau sekadar ingin mencari tontonan selingan, boleh lah menonton serial ini. Apakah membantu memahami jalan cerita Conan yang utama? Yaa, menurutku sih enggak. Tapi, enggak tahu juga kalau nanti bakal ada pengembangan lebih lanjut dari karakter Hanzawa di masa depan.


6 dari 10 bintang aja, deh, untuk karakter Hanzawa yang sesungguhnya baik hati ini.


Sincerely,
Ra