Lapangan Golf Maut
"Two People rarely see the same thing." 

Sumber: goodreads.com
Judul: Lapangan Golf Maut
Judul Inggris: The Murder on the Links
Series: Hercule Poirot Mysteries #2
Penulis: Agatha Christie
Penerjemah: Suwarni A.S.
Tebal buku: 320 halaman
Tahun terbit: Januari 2018
Tahun terbit pertema: Mei 1923
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Baca via Gramedia Digital

Permintaan tolong yang mendesak membawa Poirot ke Prancis. Tapi is terlalu menyelamatkan kliennya. Sang klien ditemukan ditikam di lapangan golf. Tapi kenapa mayat itu mengenakan mantel sang anak? Dan kepada siapa surat cinta di dalam mantel ditujukan? Sebelum Poirot bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, mayat kedua yang dibunuh dengan cara serupa ditemukan...
***

The Murder on the Links menjadi buku kedua Agatha Christie yang saya baca dalam rangka proyek "baca ulang novel Agatha Christie dari awal". Jujur, kisah dalam novel ini cukup membuat saya kaget dengan twist di akhir. Di sini, jelas Agatha Christie berupaya memutarbalikkan asumsi dari pembaca.

Perjalanan ke Perancis


Suatu hari, Poirot mendapatkan surat dari Monsieur Paul Renauld. Dalam surat tersebut, jelas bahwa Monsieur Renauld sedang ketakutan. Seolah-olah nyawanya di ujung tanduk. Maka dari itu, Poirot memutuskan untuk pergi ke Perancis bersama dengan Hastings. Sayangnya, kedatangan Poirot terlambat karena Monsieur Renauld telah ditemukan tak bernyawa di tengah lapangan golf tak jauh dari rumahnya.

Berbagai misteri tentu menyelimuti kematian dari Monsieur Renauld. Mulai dari Madam Renauld yang ditemukan terikat pada saat kejadian, jubah yang dikenakan Monsieur Renauld yang menurut Poirot terlalu panjang, hingga surat yang ditemukan Poirot dalam saku mantel Monsieur Renauld. Poirot yakin ada banyak kejanggalan dari bukti-bukti tersebut. Sayangnya, Poirot juga berkali-kali menemukan kegagalan karena asumsi-asumsi yang telah ia bangun runtuh di tengah jalan.

Kurangnya petunjuk dan hadirnya detektif kepolisian Perancis bernama Giraud, membuat langkah Poirot begitu berat. Di sisi lain, Hastings sempat bertemu dengan sosok gadis yang menarik hatinya. Gadis itu tak pernah mau memberitahu identitasnya. Hastings hanya mengenalinya sebagai Cinderella. Pada Cinderella lah, Hastings mulai jatuh cinta. Sayangnya, yang Hastings tak pernah sangka, ada kaitan antara Cinderella dengan matinya Monsieur Renauld.

Kisah yang penuh misteri


Sumber google, edited by me

Jujur, menurut saya, kisah di novel kedua ini jauh lebih kompleks daripada The Mysterious Affair at Styles. Bahkan, bisa dibilang sangat kompleks. Dari awal, saya betul-betul tidak punya bayangan siapakah pelaku yang sebenarnya dari pembunuhan Monsieur Renauld. Bukannya semua orang mencurigakan, malahan menurut saya, tidak ada seorang pun yang mencurigakan. Baik Madam Renauld, Jack Renauld--anak dari Monsieur Renauld, Madam Daubreuil yang mencurigakan, dan lainnya. Meskipun mereka memiliki motif, tapi rasanya belum sekuat itu untuk menjadi tersangka.

Baiklah. Sebagai pencerita, kadang saya memahami perasaan Hastings yang merasa tak dihargai oleh Poirot. Meskipun menurut saya, Sherlock Holmes lebih menyebalkan daripada Poirot. Akan tetapi, kadang kala narasi Hastings ini memang terlalu kemana-mana. Sejujurnya, saya tidak terlalu protes akan kehadiran kisah asmara dari Hastings. Tentu malah bagus karena menunjukkan sisi lain dari Hastings. Tapi, memang peran Hastings belumlah sevokal layaknya Watson. Yaa, memang tidak seharusnya dibandingkan.

Untuk penyelesaian, mungkin memang banyak sekali unsur kebetulan yang muncul. Akan tetapi, saya rasa misteri yang dihadirkan oleh Christie di sini jauh lebih kompleks. Ia betul-betul membuat saya tak percaya bahwa pelakunya adalah orang yang paling tak saya duga. Akan tetapi, memang terasa kurang kuat bukti yang mengarah ke sosok tersebut.

Untuk versi terjemahannya sendiri, saya rasa terjemahan untuk The Murder on the Links sudah bagus. Berbeda dengan novel yang sedang saya baca sekarang--Poirot Investigates. Padahal penerjemahnya sama. Entahlah. Agak sedih juga karena gaya menerjemahkannya terasa begitu berbeda.

Kesimpulan


Sebagai kisah kedua, menurut saya Christie berhasil menjerat pembaca. Mungkin ada banyak pendapat yang berlawanan, tapi saya masih menikmati kisah Poirot di sini.

4 bintang untuk cerita yang begitu kompleks.

Sincerely,
Ra

Misteri di Styles
"Setiap pembunuh mungkin teman baik seseorang." -- Hercule Poirot


Judul: Misteri di Styles
Judul Inggris: The Mysterious Affair at Styles
Series: Hercule Poirot Mysteries #1
Penulis: Agatha Christie
Penerjemah: Mareta
Tebal buku: 272 halaman
Tahun terbit: 16 September 2019
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Siapa yang meracuni Emily Inglethorpe yang kaya, dan bagaimana si pembunuh masuk serta melarikan diri dari kamarnya yang terkunci? Kasus ini diperumit banyaknya orang yang punya motif untuk membunuh korban—mulai dari suami baru korban hingga ke dua anak tirinya, pelayannya yang temperamental, serta gadis cantik yang bekerja di apotek rumah sakit. 

Novel ini menjadi debut yang brilian bagi Detektif Belgia Hercule Poirot dan jadi titik awal Agatha Christie sebagai Ratu Misteri.
*** 

Dari dulu, saya memang berkeinginan untuk membaca semua buku Agatha Christie. Sayangnya, semasa saya masih SMA, di rental novel langganan tidak ada serial yang lengkap. Yaa, harus saya akui saya ini cukup keras kepala. Meskipun buku Agatha Christie bisa dibaca terpisah, rasanya tidak lengkap kalau saya tidak membaca kisah Agatha dari awal. Jadilah kemarin saya tertarik untuk membaca The Mysterious Affair at Styles karena termasuk kisah besar Poirot yang pertama.

Misteri di Styles


Kala itu, Hastings sedang berkunjung ke rumah kawanya di Styles, John Cavendish. Sebagai orang yang sempat terlibat dalam perang, Hastings memang membutuhkan sedikit waktu untuk berlibur. Ternyata, kedatangannya tersebut disabut oleh kematian Emily Inglethorpe yang kaya raya. Iya, Mrs. Inglethorpe adalah ibu tiri John Cavendish.

Banyak orang yang perlu dicurigai dalam kasus tersebut. Mulai dari kakak-beradik Cavendish, John dan Lawrence. Istri John Cavendish, Mary Cavendish yang terkesan selalu menutupi sesuatu. Mr. Inglethorpe, suami Mrs. Inglethorpe yang baru dan diyakini akan mewarisi seluruh harta Mrs. Inglethorpe apabila dia meninggal. Evelyn Howard, pelayan pribadi Mrs. Inglethorpe yang kemudian berhenti bekerja karena sempat bertengkar dengan Mrs. Inglethorpe. Serta, Cynthia Murdoch, seorang apoteker yang dikasihi oleh Mrs. Inglethorpe.

Kasus di Styles ini rumit dan sulit sekali dipecahkan. Tak ada bukti yang betul-betul jelas dalam kasus ini. Untungnya, ada Hercule Poirot yang sempat mendapat perlindungan dari Mrs. Inglethorpe. Maka, manta anggota polisi Belgia itu pun mulai beraksi dengan sel-sel kelabu miliknya. Siapakah dalang dibalik meninggalnya Mrs. Inglethorpe? Apakah dia hanya sekadar mendapat serangan jantung atau meninggal karena diracun?

Sampul yang Menarik


Sumber: pinterest.com, edited by me
Pada dasarnya, saya tidak pernah meyalahkan apabila pihak penerbit berusaha sebisa mungkin untuk menarik minat pembeli. Salah satunya adalah dengan mencetak ulang suatu buku dengan sampul baru. Nah, menurut saya, Gramedia Pustaka Utama cukup cerdas dalam melakukan hal ini. Kalau tidak salah ingat, sudah ada tiga jenis sampul yang dibuat oleh GPU untuk buku-buku Agatha Christie.

Jujur, sampul untuk buku yang saya baca ini menarik. Terlihat sederhana dan rapi. Gambarnya pun tidak berlebihan dan tentunya terlihat jauh lebih modern. Saya suka sampul yang sekarang. Bagi para kolektor, pasti akan sulit sekali memutuskan untuk membeli sampul yang mana untuk dikoleksi. Hoho.

Opini Saya


Harus saya akui, mungkin inilah pertama kalinya saya betul-betul tergerak untuk membaca kisah Hercule Poirot dari awal. Mungkin efek dari menonton Knives Out beberapa minggu lalu dan juga Murder on the Orient Express. Alhasil, saya tergugah untuk membaca seluruh kisah Agatha Christie.

Saya memang punya niatan untuk membaca kisah Hercule Poirot dari dulu, akan tetapi memang belum punya kesempatan. Maka dari itu, ketika sekarang saya bisa, mengapa tidak?

Jujur, ketika membaca kisah ini, mau tidak mau saya membandingkan cara kerja Poirot dengan Holmes. Dan, memang cukup terasa perbedaan cara kerja keduanya. Lalu, saya juga merasa bahwa alur yang digunakan oleh Agatha Christie dan Aoyama Gosho--pencipta kisah Detektif Conan, cukup mirip. Setidaknya menurut cara pandang saya.

Menurut saya, Sir Arthur Conan Doyle lebih banyak berfokus pada cerita motif dari pelaku. Hal tersebut sering kali membuat saya seolah "terlepas" dari kasus intinya. Itulah yang sedikit kurang saya suka dalam gaya penceritaan Doyle. Akan tetapi, cara Agatha Christie termasuk cara bercerita yang saya suka. Ia haya berfokus pada bagaimana Poirot mengungkap misteri yang sedang diselidikinya.

Untuk Misteri di Styles ini sendiri, jujur twist yang disajikan cukup membuat saya tidak menyangka. Saya memang mencurigai satu orang dari awal, akan tetapi ternyata kecurigaan saya tersebut tidak terbukti. Yang ada, orang yang dicurigai terang-terangan--yang biasanya bukan berakhir menjadi tersangka, malah menjadi tersangka sebenarnya. Saya salut pada Agatha Christie yang berhasil memutarbalikkan kenyataan di dalam kisah ini.

Oh iya, saya kemarin sempat berpikir peran Hastings itu akan mirip dengan peran Watson dalam Sherlock Holmes. Setidaknya dalam hal menjadi narator seluruh kisah Poirot. Akan tetapi, kawan saya menampik hal tersebut. Ia mengatakan bahwa Hastings tidak selalu ada dalam setiap kisah Poirot. Otomatis, saya jadi penasaran dengan bagaimana kisah Poirot yang lainnya.

Kesimpulan


Sebagai pembuka kisah, saya rasa Misteri di Styles ini patut diapresiasi. Meskipun sejumlah orang menyatakan bahwa kisah ini bukan kasus terbaik dari Poirot, akan tetapi saya rasa Misteri di Styles cukup menarik untuk dibaca.

4 bintang untuk perkenalan awal dengan Hercule Poirot.

Sincerely,
Ra


Escape from Mr. Lemoncello's Library
it'll be like The Hunger Games but with lots of food and no bows or arrows. -- Luigi L. Lemoncello

Sumber: goodreads.com
Judul: Escape from Mr. Lemoncello's Library
Series: Mr. Lemoncello's Library #1
Author: Chris Grabenstein
Number of pages: 293 pages
Date of published: June 25th, 2013
Publisher: Random House Books for Young Readers

Kyle Keeley is the class clown, popular with most kids, (if not the teachers), and an ardent fan of all games: board games, word games, and particularly video games. His hero, Luigi Lemoncello, the most notorious and creative gamemaker in the world, just so happens to be the genius behind the building of the new town library.
Lucky Kyle wins a coveted spot to be one of the first 12 kids in the library for an overnight of fun, food, and lots and lots of games. But when morning comes, the doors remain locked. Kyle and the other winners must solve every clue and every secret puzzle to find the hidden escape route. And the stakes are very high.
In this cross between Charlie and the Chocolate Factory and A Night in the Museum, Agatha Award winner Chris Grabenstein uses rib-tickling humor to create the perfect tale for his quirky characters. Old fans and new readers will become enthralled with the crafty twists and turns of this ultimate library experience.
***

When I was looking for book with the word "library" on its title in Goodreads, I found this interesting book. To be honest, I choose this book because this is another middle grade book. Well, I just don't want to read a heavy topic book. So, here is the story of me while exploring Mr. Lemoncello's library.

The New Library and 12 Fortunate Children 

One day, the new library will be open. No one know what's inside the new library. Only the head librarian and Mr. Luigi Lemoncello who know the whole part of the new library. Yeah, Luigi Lemoncello is a genius. He has invented numerous kind of games, start from board games, word, games, and also video games. Of course, everyone in the city are very excited with the new library, including Kyle.

Kyle Keeley is a gamer. Yeah, he is the biggest fan of game. Actually, the whole Keeley family are very addicted to game. No wonder if Kyle has completed a different kind of games since at the very young age. When he knew that there will be 12 special entrance ticket to spend the night in the new library, Kyle with his full effort try to win the ticket. Long story short, with a little bit drama here and there, finally Kyle succeed to be one of 12 fortunate children who will spend one full night at the new library--before everyone else in town.

So, what will happen inside the library? What Luigi Lemoncello hide from everyone inside the library? Read it to find a new form of experience that will be a mixture of Charlie and Chocolate Factory and A Night in the Museum.

The Paradise for a Bibliophile


Sumber: pinterest.com, edited by me

I have to agree with several reviews about this book, this book is a paradise for a bibliophile. There is no perfect place for a bibliophile than a library. With full of books and another source of reading. I wonder, if this library does exist, it should be very amazing.

To be honest, I am very excited when I read this book. Grabenstein in my opinion is very genius because he can combine about the book and the games. He invite the reader to feel the thrill when Kyle and friends try to figure the way out of the library. I like the story because this is a great children book, or should I say a middle grade one?

Then, the character from this book, even though there are more than 5 characters, I think all of them have their own uniqueness. So, they won't be forgetful. First, there is Kyle the gamer; Akimi, Kyle's bestfriend that ask Kyle to cooperate from the very start; Sierra, the book nerd that never put her book down; Miguel, Kyle's friend who made the neatest essay for the entrance ticket to the library; Haley, the school princess; Andrew, the member of the school library; and Charles, the ambitious boy with a rude attitudes.

All of them have their own portion and it made the story much more interesting. The main story of this book is about how to escape from Mr. Lemoncello's library. There will be a lot of games that will be book related. So, you can say this book have an interesting plot story.

After I read this book and I realized this is the beginning of the series, It made me want to read the other books in the series. Well, let me see when I will read the other books.

4 of 5 stars for the awesome library.

Sincerely,
Ra



Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982
Yang bersalah adalah mereka, bukan kau.

Sumber: goodreads.com
Judul: Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982
Penulis: Cho Nam-Joo
Penerjemah: lingliana
Tebal buku: 192 halaman
Tanggal terbit: 18 November 2019
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jenis buku: Paperback
Baca via Gramedia Digital

Kim Ji-yeong adalah anak perempuan yang terlahir dalam keluarga yang mengharapkan anak laki-laki, yang menjadi bulan-bulanan para guru pria di sekolah, dan yang disalahkan ayahnya ketika ia diganggu anak laki-laki dalam perjalanan pulang dari sekolah di malam hari.
Kim Ji-yeong adalah mahasiswi yang tidak pernah direkomendasikan dosen untuk pekerjaan magang di perusahaan ternama, karyawan teladan yang tidak pernah mendapat promosi, dan istri yang melepaskan karier serta kebebasannya demi mengasuh anak.
Kim Ji-yeong mulai bertingkah aneh.
Kim Ji-yeong mulai mengalami depresi.
Kim Ji-yeong adalah sosok manusia yang memiliki jati dirinya sendiri.
Namun, Kim Ji-yeong adalah bagian dari semua perempuan di dunia.
Kim Ji-yeong, Lahir Tahun 1982 adalah novel sensasional dari Korea Selatan yang ramai dibicarakan di seluruh dunia. Kisah kehidupan seorang wanita muda yang terlahir di akhir abad ke-20 ini membangkitkan pertanyaan-pertanyaan tentang praktik misoginis dan penindasan institusional yang relevan bagi kita semua.

***

Satu hal yang saya tahu, Kim Ji-Yeong adalah sebuah kisah tentang kehidupan perempuan di Korea. Ia harus menghadapi berbagai bentuk lapisan patriarki yang tentunya tidak mudah untuk ditembus. Saya tahu kisah ini telah difilmkan dan jujur saja ia mendapatkan hype karenanya. Akan tetapi, saya belum menonton filmnya. Maka dari itu, saya cukup penasaran dengan narasi yang ditawarkan.

Tentang Kim Ji-Yeong

Kim Ji-Yeong adalah seorang perempuan berusia 30 tahunan. Ia adalah seorang istri dan juga ibu. Ia memutuskan untuk berhenti bekerja saat anaknya lahir. Akan tetapi, lama-kelamaan ia merasa kehilangan dirinya sendiri. Ia merasa lelah akan tekanan yang ia alami.

Cerita dalam Kim Ji-Yeong ini tidak hanya berada dalam satu bingkai waktu. Setidaknya, ada lima bingkai waktu yang dibahas, masa saat Kim Ji-Yeong kecil dan berada di sekolah dasar, di sekolah menengah, waktu kuliah, dan juga saat ia bekerja. Pengalaman Kim Ji-Yeong tersebut sedikit banyak mengupas bagaimana budaya patriarki yang begitu mengakar di setiap lini kehidupannya.

Budaya Patriarki dan Pemikiran Saya

Apa yang dialami oleh Kim Ji-Yeong saya rasa juga dialami oleh semua perempuan di dunia. Akan selalu ada batasan-batasan tak kasat mata yang menghalangi perempuan untuk berkembang. Bahkan, terkadang seseorang tak sadar bahwa budaya patriarki itu tak seharusnya ada.

Ketika menulis resensi ini, saya jadi teringat akan diskusi saya bersama kenalan saya beberapa waktu lalu.

Berikut sedikit-banyak argumen yang saya paparkan kali itu--yang kemudian dibalas dengan salah satu pernyataan yang membuat saya geleng-geleng kepala.

Pada dasarnya, apa yang ada di masyarakat itu merupakan hasil dari konstruksi sosial. Termasuk juga dengan peran dari jenis kelamin tertentu di masyarakat. Awalnya, banyak yang berpikir bahwa jenis kelamin dan gender itu sama. Hanya berbeda bahasa saja. Padahal, kedua hal tersebut merupakan dua hal yang betul-bertul berbeda.
Jenis kelamin merupakan suatu hal yang berhubungan dengan unsur biologis. Ada jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sedangkan, gender diartikan sebagai peran sosial dari jenis kelamin tertentu di masyarakat. Gender merupakan suatu hal yang dikonstruksi secara sosial. Ia tidak semata-mata telah ada dan mengikat diri seseorang.
Dengan demikian, karena peran gender tidak seharusnya mengikat, tidak ada salahnya ketika ada perempuan yang bekerja atau seorang laki-laki butuh untuk menangis. 
Permasalahannya, Indonesia dan bahkan di seluruh tempat di dunia, masih terikat dengan budaya patriarki. Apa yang dilakukan oleh seseorang bergantung pada apa yang dipikir masyarakat harus dilakukan. Perempuan itu seharusnya berada di rumah dan bisa menyenangkan keluarga.
Pada akhirnya, karena pemikiran patriarki yang terus mengakar tadi, banyak masyarakat yang menganggap bahwa kesuksesan perempuan hanya dilihat dari keberhasilan dirinya membina kehidupan rumah tangga. Tak peduli setinggi apapun gelar pendidikannya, seorang perempuan tidak pernah dianggap berhasil dalam hidupnya apabila ia tidak menikah. 
Sumber: pinterest.com, edited by me
Kira-kira, begitulah argumen saya kala itu. Akan tetapi, lawan bicara saya pun menanggapi dengan pernyataan yang cukup membuat saya miris.
Mengenai sistem patriarki, bisa nggak hal tersebut dikatakan dasar atau standar? Suami bekerja, istri bekerja dan/atau memiliki tanggung jawab di rumah.
Akhirnya, saya pun memberikan argumen lainnya. Pada titik itu saya sadar, tidak semua orang memiliki kesadaran akan isu gender. Dan sepertinya untuk menyadarkan hal tersebut butuh waktu yang tidak sebentar.
Adanya ketimpangan peran gender berasal ketika peran perempuan direduksi sedemikian rupa. Akibatnya, mereka tidak bisa memperjuangkan diri sendiri. Oleh karena itu, munculah feminisme yang mencoba untuk mengangkat derajat perempuan. Apa yang sebetulnya menjadi lawan terbesar dari feminime? Ia adalah patriarki. 
Patriarki dijadikan standar? Ehm, I beg your pardon. Patriarki itu lah yang seharusnya dilawan.

***

Sebetulnya, argumen-argumen saya tak berhenti di situ. Hanya saja, saya rasa dari sedikit percakapan di atas, saya merasa sangat relatable dengan kisah Kim Ji-Yeong. Tagline bahwa "Kim Ji-Yeong adalah kita" saya rasa memang sangat benar adanya. 

Saya tahu kok, tidak mudah mengubah suatu budaya. Akan tetapi, bukan berarti terus menutup mata. Saya akui bahwa tidak semua orang paham atau mau sadar akan isu gender. Terkadang, pemikiran patriarki terus mengakar di dalam diri mereka. Sudah telanjur lama terpupuk dan menganggap bahwa itulah hal yang benar. Bukankah itu merupakan suatu hal yang miris?

Jadi, menurut saya, kisah Kim Ji-Yeong ini betul-betul pas dijadikan sebagai rujukan supaya semua orang setidaknya mulai sadar akan isu gender. Saya salut dengan Cho Nam-Jo yang berupaya untuk mengangkat isu ini. Dengan adanya kontroversi saat diterbitkan. bukankah jelas seolah masyarakat enggan melihat sisi lain dari apa yang selama ini telah mereka sadari?

Entahlah. Mungkin resensi kali ini lebih banyak berisikan pemikiran saya--yang memang tidak runtut. Akan tetapi, siapapun yang sempat mampir ke sini, saya sarankan untuk membaca Kim Ji-Yeong. Oh ya, satu hal, saya suka sekali dengan sampul versi bahasa Indonesia dari Kim Ji-Yeong yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama ini. Benar-benar simple dan cantik. Bukankah hal ini saja sudah menjadi alasan mengapa kita harus mengambil buku ini dari rak toko buku?

5 dari 5 bintang karena Kim Ji-Yeong adalah kita.

Sincerely, 
Ra


Love & Gelato
Maybe that's the beauty of death, nothing is messy anymore. Everything is sealed up and final. -- Hadley

Love & Gelato. Sumber: Goodreads.com
Title: Love & Gelato
Genre: Young Adult, Contemporary, Romance
Series: Love & Gelato #1
Author: Jenna Evans Welch
Number of pages: 389 pages
Date of published: May 3rd, 2016
Publisher: Simon Pulse

“I made the wrong choice.” 

Lina is spending the summer in Tuscany, but she isn’t in the mood for Italy’s famous sunshine and fairy-tale landscape. She’s only there because it was her mother’s dying wish that she get to know her father. But what kind of father isn’t around for sixteen years? All Lina wants to do is get back home. 

But then she is given a journal that her mom had kept when she lived in Italy. Suddenly Lina’s uncovering a magical world of secret romances, art, and hidden bakeries. A world that inspires Lina, along with the ever-so-charming Ren, to follow in her mother’s footsteps and unearth a secret that has been kept for far too long. It’s a secret that will change everything she knew about her mother, her father—and even herself. 

People come to Italy for love and gelato, someone tells her, but sometimes they discover much more.
*** 

To complete Balabala Reading Challenge 2020, I decided to search a book with ice cream on the cover. After searching on google, my choice landed to Welch's work. I choose this book because this is young adult book and one of my acquaintance in Goodreads made a good review about it. So, why not to give it a try, right?

The Life of Lina


After her mother, Hadley, passed away, Lina went to Italy to live with his father, Howard. But, to be honest, Lina didn't have any idea about his father after all. Her mother never told Lina who her father was until she was dying. Hadley tried to convince Lina that she should goes to Italy and try to stay there for a while with Howard. At the first, Lina refused to do it. But, Hadley being Hadley. She has made Lina promise her to live with Howard for summer.

My mother had kept us apart for sixteen years. Why were we together now?

Living in Italy wasn't something that ever crossed Lina's mind ever. Moreover, live in the middle of cemetery. Well, the fact maybe was hard for Lina. Because, now she is literally live in the middle of cemetery and didn't have any idea what she should do to get socialize. Fortunately, Lina met Lorenzo Ferrara or Ren who actually tried to help Lina adapted in Italy.

Ren was also someone who help Lina to uncover the truth about her mother's life in Italy. This so-called journey was started when Lina got her mother's journal from Sonia--Howard's friend and neighbor. Since Lina was very curious about the fact that her mother has separated her with her own father for more than fifteen years, Lina want to know the exact reason behind of it. Therefore, Lina's journey to find the truth about it is begin.

Image: videoblocks.com, edited by me

Typical Cute Young Adult Book


Considering this is a young adult book, no wonder id the author made this book in the very cute way. After all, this book has aim to entertain the teenager. To be honest, this book is cute and good for light reading. The story is neat and there are a plot twist there even thought I have figured out the twist from the very start.

“I don’t owe you anything. Maybe next time you should have a little more faith in me.” -- Lina.

The love part of this book is typical young adult couple. It's cute, full of lovey dovey, and of course, quite hard to happen in the real life. Nevertheless, I still like Ren as the character. He is gentle and always caring. Even though he is a little bit annoying when he is near Mimi--her ex-girlfriend.

I like the story of Lina and Howard. Their relationship is cute and warm. I wonder if Howard could be a good father after all. Well, at least I am happy with Lina's decision in the end of the story.

Anyway, I just know that this book is a series. So, another book still be related to this book. Hmm, it makes me curious all the way.

Conclusion


For a light reading and cute story, you should try to read Love & Gelato. At least, you will get the explanation about some favorite tourism places in Italy.

3 stars for the Lina and Ren journey to find Gelato.

Sincerely,
Puji P. Rahayu

Dolittle
We've no choice but to embark on this perilous journey.

Sumber: IMDb.com
Judul: Dolittle
Genre: Adventure, Comedy, Family
Sutradara: Stephen Gagan
Penulis Naskah: Stephen Gagan, Dan Gregor, Hugh Lofting, Doug Mand, Thomas Shepherd
Pemain: Robert Downey Jr., Antonio Banderas, Michael Sheen, Jim Broadbent, Jessie Buckley, Harry Collet, dan lainnya.
Durasi: 101 menit
Ditonton di Plaza Araya XXI, Malang

Dr. John Dolittle lives in solitude behind the high walls of his lush manor in 19th-century England. His only companionship comes from an array of exotic animals that he speaks to on a daily basis. But when young Queen Victoria becomes gravely ill, the eccentric doctor and his furry friends embark on an epic adventure to a mythical island to find the cure.
***

Seperti halnya kebiasaan saya saat pulang ke Malang, saya bertemu dengan sahabat saya dan kami memutuskan untuk menonton. Awalnya, saya berniat untuk menonton Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini karya Visinema Pictures. Akan tetapi, setelah saya melihat jadwal film yang sedang tayang, saya girang bukan kepalang saat tahu Dolittle telah ditayangkan.

Tentang Dolittle

Kalau boleh jujur, saya sama sekali belum pernah menonton film tentang Dr. Dolittle sebelumnya. Jadi, saya tidak punya pandangan akan seperti kehidupan dokter yang eksentrik ini. Saya hanya sekadar tahu kalau Dr. Dolittle tinggal bersama para hewan di rumahnya. Bagaimana kehidupan dan apa pekerjaannya, tidak pernah saya ketahui.

Awalnya, Dr. John Dolittle (Robert Downey Jr.) hidup menyendiri bersama teman hewannya. Setelah istrinya, Lili Dolittle (Kasia Smutniak), menghilang di tengah perjalannya ke Pulau Eden. Akan tetapi, sang Ratu Inggris, Ratu Victoria (Jessie Buckley) yang masih muda jatuh sakit. Hal ini membuat Lady Rose (Carmel Laniado) berupaya untuk meminta bantuan Dolittle. Awalnya, Dolittle enggan untuk membantu sang Ratu Inggris. Akan tetapi, para teman hewannya mendorong Dolittle untuk mencari tahu apa yang terjadi.

Di sisi lain, Tommy Stubbins (Harry Collett), dibesarkan oleh paman dan bibinya yang merupakan keluarga pemburu. Sayangnya, Stubbins merasa bahwa apa yang dilakukan oleh pamannya adalah benar. Ia merasa bahwa seharusnya hewan-hewan itu dilindungi. Suatu hari, Stubbins tak sengaja menembak seekor tupai. Berhubung ia tak tahu harus berbuat apa, datanglah Poly (suara diisi oleh Emma Thompson), burung kakaktua kawan Dolittle. Poly pun menuntun Stubbins menuju rumah Dolittle.

Kira-kira apakah yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana cara Dolittle menyelamatkan sang Ratu? Apa peran sesungguhnya dari Stubbins?

Cocok untuk anak-anak

Sumber: canva.com, edited by me
Menurut saya, film ini memang sengaja dibuat dengan target pasar anak-anak. Maka tak heran kalau interaksi antar hewan di dalamnya menjadi cukup ditonjolkan. Kalau ditanya, saya pun cukup puas dengan kekocakan para hewan. Mulai dari Chee-Chee (suara diisi oleh Rami Malek), si gorila yang kurang percaya diri, Yoshi (suara diisi oleh John Cena), si burung unta yang tak bisa berenang maupun terbang, dan juga Plimpton (suara diisi oleh Kumail Nanjiani). si beruang kutub yang selalu kedinginan.

Cerita yang disampaikan pun sebetulnya sangat sederhan, yakni bagaimana perjalanan Dolittle untuk mencari buah Eden. Buah yang diyakini bisa menjadi obat penawar sakitnya sang Ratu. Setidaknya, kalau film ini ditonton oleh anak-anak, akan mudah dicerna.

Sepertiga akhir film yang membosankan

Baiklah. Saya memang tidak mengharapkan film ini akan se-grande Iron Man. Akan tetapi, saya rasa sepertiga akhir dari film ini adalah bencana. Dalam artian, entahlah. Banyak sekali plot hole yang terasa di sini. Bahkan, saya berkali-kali berkomentar lirih bersama dengan teman saya, "lho? Cuma gitu, aja?". Menurut saya, penyelesaian konflik dalam film ini tidak tergali.

Kemudian, saya rasa, unsur adventure di sini kurang menantang. Jujur saja, teman saya sampai mengantuk saat menontonnya. Bisa dibilang, kurang bisa menarik perhatian penonton sepenuhnya ke dalam cerita yang disajikan.

Sungguh suatu hal yang patut disayangkan karena pada dasarnya sejumlah nama besar ikut terlibat dalam film ini. Seperti Tom Holland yang mengisi suara Jip, si anjing; Ralph Fiennes yang mengisi suara Barry, si harimau peliharaan King Rassouli; dan juga Octavia Spencer yang mengisi suara Dab-Dab, si bebek.

Kesimpulan

Kalau sekadar mencari film hiburan keluarga, Dolittle akan betul-betul menghiburmu. Akan tetapi, sebagai penonton dewasa, film ini dapat dibilang kurang memuaskan. Sedih, sih. Tapi mau bagaimana lagi?

6.5 bintang untuk Chee-Chee yang jadi favorit.

Sincerely,
Puji P. Rahayu

The War I Finally Won
You can know things all you like, and someday you might believe them.

The War I Finally Won. Sumber: goodreads.com
Title: The War I Finally Won
Author: Kimberly Brubaker Bradley
Number of pages: 387 pages
Series: The War That Saved My Life #2
Date of Published: October 3rd, 2017
Publisher: Dial Books

Ada and her younger brother, Jamie, now have a permanent home with their loving legal guardian, Susan Smith. Although Jamie adapts more easily, Ada still struggles with the aftermath of her old life, and how to fit into her new life. 
 World War II continues, and forces the small community to come together and rely on one another. Ada has never been interested in getting to know her friend’s family—especially Maggie’s mother, the formidable Lady Thorton. However, circumstances bring them in close proximity along with other unexpected characters.

Ada comes face to face with another German! This time she isn’t sure what she should do. How can she help the ones she loves and keep them safe?
***

This second book is still about Ada. Ada and her brother, Jamie. Ada and her legal guardian--now, as of her mam has death, Susan. Ada and her first friend ever, Maggie. Ada and her favorite horse, Butter. Ada and the World War II. Yeah, there's no much change in this second book. This book is slightly thicker than the first one but still have the first book's ambiance.


More complicated story

If the first book mostly talk about how Ada can survive the war inside herself, for now the conflict is more complicated. One of them is about how Ada has to deal with another person around her. Moreover with someone that she barely know like Lady Thorton. After the war in Britain that made Ada's mam dead, Ada and Jamie back to live with Susan. Susan assured both of them that she would take care Ada and Jamie no matter what happen. Therefore, Susan fought for Ada's foot operation. Yeah, this book is opened with the decision of Susan to operate Ada's foot.

"Religious beliefs are complicated. You can’t call someone else’s religion a mistake. There isn’t a right and a wrong. There are just different ways of thinking.” - Susan.

So, Ada now was no longer crippled. After the recovery, Ada could walk easily and did everything that couldn't she did when she still crippled. Ada started to ride Butter and help Fred--the horse keeper in the Thorton house, worked at stable. Ada felt that all of those experience were amazing. Moreover, she could stand by her own foot. She didn't need any help anymore.

But, now Ada has to face another challenge in her life. Start from Lady Thorton's decision to live at Ada's cottage, Maggie that couldn't get home easily from school, until the arrival of Ruth, a Germany girl that should be a suspicious person. So, how Ada could handle this condition? Could she survive again like before?

War was as complicated as religion, when you started to think about it - Ada.

Ada's reflection

Sumber: google.com, edited by me

Well, if I ever said that Ada was annoying, I assured you that in this book she still stubborn. She still couldn't accept the fact there were a lot of people around her that love her. Even, accepted her just like what she were. She couldn't believe if Susan could be her mam and if Lady Thorton was soft.

Words could be dangerous, as destructive as bombs. - Ada
“Love isn’t as rare as you think it is, Ada. You can love all sorts of people, in all sorts of ways. Nor is love in any way dangerous." -- Susan 

Even though Ada was stubborn, somehow I could understand the reason behind of it. After all, Ada had succeed to change her way of thinking, behavior, and all. So, I appreciated Bradley for making Ada still lovable. One thing for sure, Ada was really a definition of a brave girl. You should took an example from her.

From all of the parts, I should admit that some part is bothering me. Yeah, I think, in the last part, Bradley is too much rushing the ending. So, most of the important part, in my opinion, hasn't explained yet. One of them is about the relationship between Susan and Becky. I had assumption back then about their relationship, but seems like Bradley won't go any further to explain it. In another hand, I like the author's not part very much. At least, finally I know what work that Lord Thorton did together with Ruth and Ruth's father. No one would expect it will related to Enigma, right?

Conclusion

"Better to be miserable together than miserable apart. I suppose.”-- Ruth

Even though there are some part that couldn't make me satisfied, I still can feel the sweet part of this book. I like this book as much as the first one. So, you should still to read because you will know how Ada's life continue after the war that saved her life.

4 out of 5 stars for the author's not part. Hoho.

Sincerely, 
Puji P. Rahayu

Giselle
Sungguh, tidak ada orang yang lebih berdosa daripada seorang pemuda manis yang tidak memiliki kesadaran diri.

Giselle. Sumber: goodreads.com
Judul: Giselle
Penulis: Akiyoshi Rikako
Genre: Mystery, Thriller, Horror
Penerjemah: Clara Canceriana
Tahun terbit: Maret 2019
Penerbit: Penerbit Haru
Tebal buku: 400 halaman

Lima belas tahun yang lalu, prima balerina Himemiya Mayumi tak sengaja menusuk dirinya sendiri hingga mati dalam usahanya menyerang Kurebayashi Reina, saat balet "Giselle" ditampilkan. "Giselle" pun menjadi judul terlarang dalam Tokyo Grand Ballet. 

Lima belas tahun kemudian, sebagai perayaan ulang tahun Tokyo Grand Ballet, "Giselle" diputuskan untuk ditampilkan kembali. 

Akan tetapi, saat mereka mulai mempersiapkan pertunjukkan, arwah Mayumi mulai muncul. Berbagai kecelakaan dan kejadian nahas pun terjadi beruntun.
Sebenarnya mengapa arwah Mayumi kembali? Apa yang sebenarnya terjadi lima belas tahun silam?
***

Bagi saya, karya-karya Akiyoshi Rikako memanglah menarik. Novel-novelnya yang pernah saya baca sebelumnya, seperti The Dead Returns dan juga Girls in The Dark, membuat saya selalu tertarik akan kisah yang dituturkan oleh Akiyoshi. Kebetulan, saat kemarin saya sedang dalam perjalanan pulang ke Malang dari Jakarta, saya memutuskan untuk membaca salah satu novel Akiyoshi yang berjudul Giselle.

Giselle dan Tokyo Grand Ballet

Bagi Tokyo Grand Ballet, menampilkan "Giselle" dalam pertunjukan mereka merupakan suatu hal yang tabu. Hal ini berhubungan dengan kejadian lima belas tahun yang lalu, yakni saat prima balerina Himemiya Mayumi tak sengaja menusuk dirinya sendiri hingga mati. Kejadian tersebut menimbulkan trauma yang cukup besaar, khususnya bagi Kurebayashi Reina yang sebetulnya menjadi orang yang diserang oleh Mayumi. Sejak saat itu, "Giselle" menjadi judul yang terlarang.

Lima belas tahun berlalu. "Giselle" diputuskan akan ditampilkan kembali sebagai bentuk perayaan ulang tahun Tokyo Grand Ballet. Sayangnya, ketika penampilan ini mulai disiapkan, banyak kejadian tak biasa yang menimpa para penari. Mulai dari penampakan Himemiya Mayumi di depan Ranmaru--salah satu penari terbaik di Tokyo Grand Ballet, jatuhnya Chouno Mikiya--penata artistik dari Tokyo Grand Ballet, hingga ketakutan berlebihan yang dialami oleh Kurebayashi Reina, sang prima balerina dari Tokyo Grand Ballet sekarang.

Cerita bukan berpusat pada Kurebayashi Reina

Seperti yang saya duga, kisah yang diangkat oleh Akiyoshi Rikako ini akan menyajikan sisi misteri yang tidak biasa. Bagi saya, membaca novel ini akan membuat para pembaca merasa merinding karena misteri yang disajikan. Meskipun pada sinopsis terlihat seperti cerita ini akan berpusat pada Himemiya Mayumi, nyatanya keseluruhan isi cerita berpusat pada sosok Kisaragi Kanon, salah seorang anggota Tokyo Grand Ballet yang cukup muda.

Sumber: google.com, edited by me.
Ia dan ketiga temannya sering disebut sebagai kuartet karena mereka selalu bersama-sama. Ketiga temannya itu adalah Saito Junko, seorang gadis yang tidak mau kalah dan juga cantik; Tachihake Ramaru, satu-satunya penari balet pria di angkatan Kanon; dan Sonomura Yukiko yang begitu cantik layaknya boneka. Hari itu, Kanon sedang memperbaiki pointe shoes miliknya saat Ranmaru mengabari Kanon bahwa peran untuk penampilan khusus ulang tahun Tokyo Grand Ballet telah diumumkan.

Tentu Kanon sangat bersemangat karenanya. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa dirinya akan dipilih sebagai Myrtha, si ratu para arwah yang kejam dan bahwa judul yang dipilih kali ini adalah "Giselle".

Kejadian tak terduga beserta misteri di dalamnya

Sejak pengumuman itu, ternyata memang banyak kejadian aneh yang terjadi. Puncaknya adalah saat Kurebayashi Reina meninggal mendadak layaknya tokoh yang ia tarikan, Giselle. Saat dilakukan penyelidikan, banyak sekali dugaan-dugaan yang mengarah pada teman-teman Kanon. Apalagi, saat Kanon perhatikan baik-baik, ternyata teman-temannya itu, bisa mendapatkan keuntungan apabila Chouno Mikiya, Kurebayashi Reina, atau Kurebayashi Hisashi--pemimpin Tokyo Grand Ballet sekaligus ayah Reina, terluka atau bahkan meninggal dunia.

Misteri itulah yang dicoba digali dalam cerita ini. Tentu, saya sangat menyukai plot twist yang disajikan oleh Akiyoshi. Saya rasa, Akiyoshi mampu membuat saya tertipu dengan asumsi-asumsi yang dilontarkan oleh Kanon. Saya tidak menyangka akhir dari kisah ini sebegitu manusia-nya. Dalam artian, saya selalu tahu bahwa tidak ada yang namanya hantu atau arwah dalam kisah-kisah Akiyoshi. Yang ada hanyalah bentuk keserakahan manusia yang menggunakan cerita arwah sebagai tameng. Nah, jujur saya tidak menyangka akhir kisahnya akan sebegitu luar biasanya.

Satu hal yang cukup menganggu dari novel ini adalah, alurnya yang cukup lambat. Lalu, berhubung novel ini juga menyelipkan kisah dari pertunjukan balet Giselle, saya merasa kadang ada bagian yang diulang-ulang. Saya sampai malas saat harus membacanya ulang. Akan tetapi, novel dari Akiyoshi Rikako ini menjadi salah satu novel horor yang tetap bisa saya baca dengan tenang. Rasanya sulit apabila tidak menyelesaikan novel ini secara langsung karena saya terus penasaran.

Kesimpulan

Saya akan merekomendasikan novel ini bagi para pecinta misteri. Novelnya yang ringan serta plot twist yang menarik menjadi daya tarik dari Giselle.

4 bintang untuk kisah Giselle yang tragis.

Sincerely,
Puji P. Rahayu


The War That Saved My Life
"Saying something stupid doesn't make you stupid. Luckily for all of us." - Susan

Sumber: Goodreads.com
Title: The War That Saved My Life
Author: Kimberly Brubaker Bradley
Number of page: 316 pages
Series: The War That Saved My Life #1
Date of Published: January 8th, 2015
Publisher: Dial Books

An exceptionally moving story of triumph against all odds set during World War 2, from the acclaimed author of Jefferson’s Sons and for fans of Number the Stars.  
Ten-year-old Ada has never left her one-room apartment. Her mother is too humiliated by Ada’s twisted foot to let her outside. So when her little brother Jamie is shipped out of London to escape the war, Ada doesn’t waste a minute—she sneaks out to join him.  
So begins a new adventure of Ada, and for Susan Smith, the woman who is forced to take the two kids in. As Ada teaches herself to ride a pony, learns to read, and watches for German spies, she begins to trust Susan—and Susan begins to love Ada and Jamie. But in the end, will their bond be enough to hold them together through wartime? Or will Ada and her brother fall back into the cruel hands of their mother?  
This masterful work of historical fiction is equal parts adventure and a moving tale of family and identity—a classic in the making. 


***

The initial idea to read The War That Saved My life is when I want to finish one of categories from Balabala Reading Challenge 2020. This reading challenge has made by me and my so-called big sister, Zis from Zelie, the book-admirer. That category is books about special needs children. Without further thinking, I tried to search a book recommendation from Google. Then, this book appeared as one of the books that caught my attention.

The Newbery Book

We’d escaped. Mam, Hitler’s bombs, my one-room prison. Everything. Crazy or not, I was free. -- Ada

The War that Saved My Life is written by Kimberly  Brubaker Bradley. To be honest, I never heard of her name as an author. I only want to read this book because this is a children book. Since my reading mood hasn't being that stable, I though reading a children book can ease my feeling to some extent. When I want to add this book into my Goodreads account, I just realized that this book got a medal from Newbery. So, I expected this book could really offer an interesting story.

Ada was a crippled. She had a clubfoot and her mum was ashamed because of it. She never let Ada went out from home and always beat Ada whenever Ada made a mistake. Ada, herself, was only can see the world through the window. Because her mum rarely at home because she had to work, no wonder if Ada hadn't enough knowledge about word or language.

One day, when the war was gotten worse, all of children in London had to be evacuated.  So did Jamie, Ada's brother. Mum never bother to Ada's condition. She didn't register Ada to be evacuated. But, Ada knew that she had to fight for herself. So, without her mum noticed, everyday Ada tried to walk with her clubfoot. Of course it hurt her so bad but Ada never giver up. She had to walk no matter what.

On the evacuation day, Ada and Jamie sneaked out to the Jamie's school. That was the first time Ada felt free. During the trip, Ada never admitted that she had clubfoot and she didn't know where the train will go. The Iron Lady--the one who managed the distribution of the children, said that there will be a place for Ada and Jamie. Inside her heart, Ada was afraid that no one want take them. Then, in the end of the village, the Iron Lady marched them to the house. Here was a young lady that argued a lot to the Iron Lady, but seems the young lady has defeated. She had to take care Ada and Jamie.

"I never want to have any children," she said. "I won't care both of you."

Will Ada face another threatening life again? Will she and Jamie survived the war?

And then the hall was empty, save the teachers, the iron woman, Jamie, and me. Mam had been right. No one would have us. We were the only ones not chosen. -- Ada

***

Sumber: google.com, edited by me

As a book with the war setting, I should admit that this book was interesting. At least, I knew about the children's fate when Germany invaded England in World War 2. The character, Ada, wasn't a lovable character, to be honest. She was stubborn and quite. She never told anyone about what's she feeling. She afraid that everyone will only judge her by foot. Okay, I would like to blame her mum for that. Ada's depression and fear made her build her wall so high. She never want to be touched, even by Susan, her guardian. 

"I know you aren’t stupid. Stupid people couldn’t take care of their brother the way you do. Stupid people aren’t half as brave as you. They’re not half as strong." -- Miss Smith 

Jamie, in my opinion, most likely had the same attitude as Ada. He was more influenced by his mom, so she thought Ada shouldn't walk by her own foot. He thought that being a crippled was a sin. Yeah, after I read this book, I started to like Susan. How she managed to take care Ada and Jamie very nicely. Susan had a big role for Ada and Jamie's life. She feed them, took care of them, and also taught them how to behave and also about knowledge like reading and math. She acted like a parent.

I like when Ada started to change her behavior. She became more mature as a children, even though sometimes her stubbornness still very annoying. One thing that I realized when I read this book is when Bradley describe the war situation. I don't know if this is proper or not, but as a children book, this book has a quite detail for the war. It was about the Germany's invasion, how hard the situation to get food in the middle of the war, or when one ship full of injured soldier came to Ada's village and Ada tried to help Susan to help them.

Hero wasn’t a word I was used to hearing. The admiration was interesting, but the attention made me feel unsettled. -- Ada

Yeah, even though I still with an opinion that Ada is very annoying, I still can enjoy the story. Even, I started to curious with the second book, The War I Finally Won. Anyway, the title of this book is very relatable with the story. So, you should read it by yourself.

4 of 5 stars for Butter, Ada's pony and Susan's kindness.

Sincerely,
Puji P. Rahayu


Marriage Story
I never really came alive for myself; I was only feeding his aliveness.

Marriage Story. Sumber: IMDb.com
Judul: Marriage Story
Genre: Comedy, Drama, Romace
Sutradara: Noah Baumbach
Penulis naskah: Noah Baumbach
Pemain: Adam Driver, Scarlett Johansson, Laura Dern
Durasi: 137 menit

A stage director and his actor wife struggle through a gruelling, coast-to-coast divorce that pushes them to their personal and creative extremes.
***

Memutuskan untuk menonton Marriage Story merupakan suatu hal yang.. yaa.. bukan depresif, sih. Lebih ke.. menarik untuk ditarik pembelajarannya. Bisa dibilang, Marriage Story berhasil menyajikan kisah drama rumah tangga yang sangat realistis. Tidak seperti film drama lainnya, Marriage Story betul-betul menggambarkan kehidupan rumah tangga yang jauh dari sempurna.

Tentang Marriage Story


Nicole (Scarlett Johannson) merupakan seorang aktris teater. Ia menikah dengan Charlie (Adam Driver) dan dikaruniai seorang anak bernama Henry (Azhy Robertson). Charlie sendiri adalah sutradara teater yang dimainkan oleh Nicole. Setelah menjalani kurang lebih lima tahun pernikahan, akhirnya pada satu titik, Nicole dan Charlie memutuskan untuk berpisah.

Keseluruhan proses perpisahan itulah yang dicoba ditampilkan dalam Marriage Story. Mulai dari ketika Nicole mulai menggunakan jasa Nora Fanshaw (Laura Dern) sebagai pengacaranya, Charlie yang harus bolak-balik New York dan Los Angeles untuk mengurus teaternya dan membagi waktu bersama anaknya, perjuangan masing-masing menghadapi proses perceraian, hingga bentuk kefrustrasian masing-masing.

Yang saya sukai dan tidak sukai dari Marriage Story


Sumber: pinterest.com, edited by me

Sebagai sebuah film drama romans, menurut saya Marriage Story berhasil mengambil sisi lain dari genre itu sendiri. Dikatakan bahwa pada dasarnya, Noah Baumbach mengambil cerita ini dari kisahnya sendiri. Itulah yang menyebabkan film ini terasa sangat personal. Dalam penceritaannya, memang tidak ada suatu konflik yang begitu dahsyat di antara Nicole dan Charlie. Akan tetapi, saya bisa melihat bahwa, pada akhirnya seseorang dapat merasa lelah dan capek dengan keadaan yang mereka miliki.

Akan tetapi, dengan durasi yang menyentuh dua setengah jam, jujur saja alur film ini cukup lambat. Saya memang penasaran dengan akhir cerita, akan tetapi lambatnya alur membuat saya sedikit terganggu. Lalu, apabila disebutkan bahwa film ini memiliki genre komedi, jujur komedi yang ditampilkan hanyalah beberapa kilas saja. Bukanlah unsur yang dominan dalam film ini.

Yang saya pelajari


Film ini seolah menegaskan bahwa kehidupan rumah tangga itu bukanlah suatu hal yang sempurna. Akan ada banyak celah di dalamnya. Ketika dua orang yang betul-betul sempurna memilih untuk tidak bersatu, ya mungkin hal itulah yang akan terjadi. Tak ada satupun hal yang bisa membuat kedua orang tersebut tetap bersama meskipun masih ada perasaan yang tertinggal apabila memang sudah ada yang terluka.

Salah satu adegan favorit saya adalah ketika Charlie bernyanyi. Entah mengapa, saya bisa betul-betul melihat kefrustrasian Charlie. Bagaimana ia telah menghabiskan waktu, tenaga, dan juga materi untuk menjalani proses perceraiannya dengan Nichole. Sedangkan untuk Nichole, saya masih menyukai karakternya, tapi saya menyayangkan porsi dirinya bersama dengan Henry tidak terlalu terekspos.

Terakhir, adalah adegan klimaks yang berhasil memporak-porandakan emosi saya ketika menonton film ini. Di situlah terungkap betapa kedua orang yang dulunya saling mengerti, bisa saling tidak mempercayai pada akhirnya.

Kesimpulan


Saya mengakui bahwa film ini sangatlah realistis. Akan tetapi, entahlah, mungkin karena saya tidak memiliki experience yang sama dengan tokohnya, saya tidak merasakan emosinya yang begitu dalam. Meski demikian, saya menyarankan kalian untuk menonton film ini. Bagaimanapun, kalian harus menyadari bahwa kehidupan rumah tangga bukan hanya soal bagaimana saya dapat berbahagia dengan pasangan saya, tapi bagaimana saya bisa tetap mengaktualisasikan diri ketika saya telah menikah.

7 dari 10 bintang untuk lagu yang dinyanyikan Charlie.

Sincerely,
Puji P. Rahayu

Hai, because I want to reclaim my blog, here is my new bloglovin update :)

To be honest, it's been a while since I was updating my blog. So, I would like to restart any kind of necessary tools and media that I used to promote my blog. Bloglovin is one of them.

Follow my blog with Bloglovin

Sincerely, 
Puji P. Rahayu

Aruna dan Lidahnya
Apakah gerangan yang menjadikan kita begitu pahit dan sarkastis? -- Aruna

Sumber: goodreads.com
Judul: Aruna dan Lidahnya
Penulis: Laksmi Pamuntjak
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tanggal terbit: 6 Agustus 2018, versi cover film
Tebal buku: 428 halaman
Jenis buku: Paperback
Baca via Gramedia Digital

Aruna Rai; 35 tahun, belum menikah. Pekerjaan: Epidemiologist (Ahli Wabah), Spesialisasi: Flu Unggas. Obsesi: Makanan. 
Bono; 30 tahun, terlalu sibuk untuk menikah. Pekerjaan: Chef. Spesialisasi: Nouvelle Cuisine. Obsesi: Makanan. 
Nadezhda Azhari; 33 tahun, emoh menikah. Pekerjaan: Penulis. Spesialisasi: Perjalanan dan Makanan. Obsesi: Makanan. 
Ketika Aruna ditugasi menyelidiki kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota seputar Indonesia, ia memakai kesempatan itu untuk mencicipi kekayaan kuliner lokal bersama kedua karibnya. Dalam perjalanan mereka, makanan, politik, agama, sejarah lokal, dan realita sosial tak hanya bertautan dengan korupsi, kolusi, konspirasi, dan misinformasi seputar politik, kesehatan masyarakat, namun juga dengan cinta, pertemanan, dan kisahkisah mengharukan yang mempersatukan sekaligus merayakan perbedaan antarmanusia.
***

Pada akhirnya, saya berhasil membaca salah satu karya dari Laksmi Pamuntjak. Jujur, awalnya saya begitu penasaran dengan Amba, karya Laksmi yang fenomenal itu. Sayangnya, meski saya sudah mencoba, saya tetap tidak kuat membacanya. Saya berkali-kali DNF (did not finish) di tengah jalan. Sempat saya membaca hingga seperempat buku, tapi mood membaca saya malah menjadi jauh lebih berantakan. Jadi, berikut merupakan sedikit ulasan saya tentang Aruna dan Lidahnya.

Tentang Aruna dan Lidahnya

Sejujurnya saya tak tahu buku Aruna dan Lidahnya ini buku ke berapa yang ditulis oleh Laksmi. Yang pasti, buku ini memang ditujukan untuk membahas makanan secara khusus dan berhasil masuk nominasi untuk daftar pendek Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2015 kategori Prosa.

Yang berkuasa menggelapkan segalanya.

Namanya Aruna. Seorang ahli wabah yang ditugaskan untuk menyelidiki wabah Flu Unggas di beberapa kota di Indonesia. Akan tetapi, diam-diam Aruna menyimpan obsesi pada makanan. Jadi, ia pun menyelipkan beberapa wisata kuliner di kota ia bertugas. Ia juga mengajak dua kawan baiknya, Bono dan Nadezhda, untuk menemani dirinya melakukan wisata kuliner.

Semua itinerary pun telah tersusun. Bagi Bono yang seorang chef, menyusun daftar restoran apa saja yang harus dikunjungi di beberapa kota tujuan Aruna, seperti Surabaya, Bangkalan, Palembang, Medan, Banda Aceh, Pontianak, dan juga Singkawang, bukanlah sesuatu hal yang sulit. Bono memang memiliki agenda sendiri, yakni melakukan riset untuk sajian di restorannya, Siria.

Sedangkan, bagi Nadezhda yang seorang penulis soal makanan, perjalanan kuliner itu akan sangat membantu dirinya menulis artikel ataupun bukunya. Maka dari itu, Nad pun setuju ikut rombongan Aruna dan Bono.

...karena kematian, sebagaimana kelahiran, khitanan, perkawinan, dan semua peristiwa penting lainnya yang terjadi dalam kehidupan seseorang, adalah perkara publik, dan oleh karenanya dipenuhi masalah-masalah orang lain.
"Sebuah virus tak akan pernah takluk, Farish. Ia kecil, ia sabar, ia mengganda dalam diam. Tak ada yang meghitung umurnya, tapi ia Tak pernah lupa. Suatu hari ia datang, menyerang, dan tak berdaya menangkalnya."
-- Aruna 

Aruna memang menyelipkan agenda makan-makan di kunjungan kerjanya tersebut, akan tetapi bukan berarti Aruna akan melalaikan tugas. Ia tetap menjalankan tugas dengan baik karena salah satu rekan kerjanya, Farish, juga ikut diturunkan di tugas yang sama. Di sinilah, akhirnya Aruna mempelajari banyak hal, bukan hanya tentang makanan nusantara yang begitu nikmat dan beraneka rupa, tapi juga tentang karir dan cintanya.

Buku yang bikin lapar tapi malah kentang

Sumber: pexels.com, edited by me

Saya harus mengakui bahwa Laksmi Pamuntjak merupakan penulis yang piawai mendeskripsikan makanan. Saya berkali-kali merasa lapar saat membaca deskripsi Laksmi. Yang paling saya ingat adalah ketika saya membaca deskripsi Pempek Palembang yang dimakan oleh Aruna dan kawan-kawan. Saya betul-betul merasa lapar saat itu juga.

Sebutkan tujuh hal paling dulu muncul di benak Anda ketika Anda mendengar kata "Racun".
Cemburu, fitnah, rasa percaya diri yang rendah, obesitas, pengkhianatan, paranoia, laki-laki pengecut.
Selamat! Angka sempurna!
...karena aku tahu hanya orang-orang yang mencintai yang tak meninggalkan. 

Pada dasarnya, saya merasa bahwa premis yang diajukan oleh Aruna dan Lidahnya cukup menarik. Mengambil tema besar makanan, cinta, dan juga konspirasi membuat saya penasaran lebih lanjut tentang konspirasi apa yang akan digali oleh Aruna. Sayangnya, hal itu tidak tergambarkan di novel ini.

Ketika saya akan membaca novel ini, saya tahu bahwa saya harus tahan terhadap gaya bercerita Laksmi yang cukup lambat. Hal ini sudah tergambar jelas dari bagaimana Laksmi mendeskripsikan sosok Aruna dalam satu paragraf penuh yang tak berkesudahan. Saya sampai capai membawa halaman-halaman awal novel ini.

"Di sinilah letaknya, database terbaik manusia. otak kita, memori kita."

Lalu, agaknya saya kurang mengerti ketika Aruna mendapatkan mimpi-mimpi yang tak begitu relevan dengan kehidupan nyatanya. Ada kalanya saya malah merasa terganggu dengan cuplikan-cuplikan mimpi atau pikiran Aruna di setiap awal bab.

Selain itu, yang membuat saya kurang puas dari novel ini adalah, banyak sekali aspek yang tanggung. Baik dari kisah cintanya maupun konspirasi yang disebutkan. Bagi saya, kisah cinta yang disajikan antara Aruna dan Farish betul-betul tidak mendalam. Saya tidak merasa jatuh hati pada kedua sosok ini. Bahkan, saya sampai tak mengerti mengapa mereka akhirnya memutuskan untuk bersama. Menurut saya, chemistry keduanya tak terbangun begitu apik. Untuk kisah Bono dan Nad dalam novel ini memang tidak dibahas begitu mendalam. Cukup sayang ketika kedua tokoh sentral ini malah tak mendapatkan porsi yang cukup.

Kemudian, untuk konspirasinya sendiri, saya malah ingin gigit jari. Where is the big secret that should be revealed by Aruna? Lagi-lagi, saya merasa digantung oleh Laksmi. Konspirasi yang ia ingin jabarkan malah cenderung tak begitu 'wow'. Alhasil, malah membuat saya merasa bahwa kasus Flu Unggas yang ditangani Aruna malah cuma sekadar tempelan.

"Mencintai itu nggak gampang, Nak. Karena, mencintai berarti harus siap kehilangan. Tapi lebih baik pernah mencintai daripada nggak pernah mencintai."
"Aruna, aku nggak sebajingan yang kamu kira."
-- Farish  

Kesimpulan

Kalau saya ditanya mengapa akhirnya tertarik membaca buku ini, alasannya cuma satu. Saya ingin tahu versi buku dari film Aruna dan Lidahnya yang berhasil memikat saya. Iya, film garapan Edwin dan dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo, Oka Antara, Hannah Al Rashid, dan Nicholas Saputra itu begitu komikal dan menyenangkan. Jadi, saya berharap akan mendapatkan experience yang sama saat membaca novelnya. Sayangnya saya salah. Mungkin, ini adalah pertama kalinya saya lebih menyukai versi film dari suatu karya adaptasi.

3 bintang untuk seluruh deskripsi makanan tanpa henti dan berhasil membuat saya lapar.

Sincerely,
Puji P. Rahayu