Image:Tanakhir Films

Judul: Semesta
Sutradara: Chairun Nissa
Penuliss: Cory Michael Rogers
Produksi: Tanakhir Films
Durasi: 90 menit
Nonton di Kineforum

Melalui lensa keyakinan dan budaya di tujuh provinsi di Indonesia, film dokumenter ini mengikuti individu-individu yang berjuang untuk mengatasi perubahan iklim.

***

Semesta (Islands of Faith) merupakan film dokumenter yang membicarakan perubahan iklim melalui lensa para warga yang telah dari lama berdamai dengan alam. Dalam film ini, terdapat tujuh cerita yang berasal dari tujuh provinsi di Indonesia. Masing-masing cerita menggambarkan bagaimana para masyarakat asli Indonesia, mempunyai caranya masing-masing untuk berdamai dengan alam. 

Karya dari Talamedia

Kalau aku tidak salah ingat, film ini merupakan film pertama yang diproduksi oleh Tanakhir Film (sekarang Talamedia). Nama Mandy Marahimin dan Nicholas Saputra tersebut sebagai produser film satu ini. Seperti yang telah aku singgung sebelumnya, film ini mengangkat kisah 7 pejuang lingkungan hidup dengan 7 latar belakang dan berasal dari 7 daerah yang berbeda.

Pertama, kita akan diajak untuk menuju Bali. Tjokorda Raka Kerthyasa akan membawa kita memahami bagaimana perayaan Nyepi dilakukan di Bali. Seperti yang kita tahu, banyak sekali tempat suci nan sakral di seluruh Bali. Ketika Nyepi, terdapat tradisi-tradisi khusus yang pada akhirnya ternyata memberikan dampak positif terhadap pengurangan emisi karbon. 

Setelah dari Bali, kita pun akan menyelami kehidupan Agustinus Pius Unam, seorang Kepala Dusun di Sungai Utaik, Kalimantan Barat. Dalam kepercayaan orang Sungai Utik, mereka hanya diperbolehkan untuk menebang tiga pohon saja dalam setahun. Kemudian, mereka juga memiliki aturan-aturan tertentu dalam berburu dan memanfaatkan hutan yang ada di sekitar mereka.

Perjalanan dilanjutkan ke Bea Muring di Nusa Tenggara Timur. Romo Marselus Hasan bersama warga berupaya mendirikan PLTA dengan memanfaatkan sumber air alami. Entah mengapa, aku merasa sedikit familiar dengan kisah ini. Yang pasti, Romo Marselus dan warga berupaya saling membantu untuk membangun kembali PLTA di desa tersebut--yang sempat rusak karena diterjang banjir.

Keempat, kita akan bertemu dengan Mama Almina Kacili, Kepala Kelompok Wanita Gereja Lokal di Kapatcol, Papua Barat. Nah, kisah yang satu ini bagiku menarik karena mereka menjelaskan praktik Sasi yang ada di Indonesia Timur. Secara singkat, Sasi ini merupakan aturan yang diterapkan untuk mengatur wilayah laut supaya tak boleh dijaman selama 8 bulan. Hal ini dilakukan supaya biota laut punya kesempatan untuk beregenerasi.

Kelima, kisah datang dari M. Yusuf di Desa Pameu, Aceh. Ketika hutan mulai rusak karena ulah manusia, sejumlah gajah turun ke desa dan mulai mengusik warga. Akan tetapi, M. Yusuf meyakini bahwa hal tersebut bukanlah salah si Gajah. Apa yang terjadi merupakan ulah dari manusia sendiri. Maka dari itu, Yusuf sebagai imam di desa tersebut memberikan pemahaman kepada warga bahwa menjaga hubungan baik dengan alam sangatlah diperlukan. 

Keenam, perjalanan kawan-kawan Semesta bergeser ke Imogiri, Yogyakarta. Iskandar Waworuntu mendirikan Bumi Langit--sebuah ruang hidup yang menjadi tempat bagi kita untuk dapat menyaksikan dan belajar tentang pentingnya saling menjaga hidup antara manusia dengan alam. 

Terakhir, kita diajak ke Jakarta menuju Kebun Kumara. Soraya Cassandra dan suaminya mendirikan Kebun Kumara untuk memenuhi misi mereka untuk tetap bisa dekat dengan alam meski hidup di perkotaan. Selain mengolah sendiri kebun mereka, Soraya juga nemberikan pelatihan bagi orang-orang yang tertarik dengan isu tersebut.

Menarik untuk ditonton

Kalau boleh jujur, pesan yang disampaikan oleh film ini sederhana. Setiap orang memiliki perannya masing-masing ketika berhubungan dengan alam. Akan tetapi, melalui film ini, kita juga diingatkan bahwa alam memang sedang tidak baik-baik saja. Banyak tradisi yang dilakukan yang terus tergerus karena mereka yang terlalu serakah, bisa jadi oleh perusahaan maupun pemerintah.

Dari ketujuh cerita, cerita yang menarik buatku adalah cerita Nyepi di Bali dan juga tradisi Sasi di Papua. Entah mengapa itu menjadi suatu hal yang baru untuk kupelajari. Secara sinematografi pun, cerita pertama terlihat begitu sinematik dan enak untuk ditonton.

Akan tetapi, sebagai film dokumenter, Semesta tidak bisa dikatakan utuh meskipun memiliki benang merah yang sama. Aku tak tahu apakah memang seperti ini film-film yang dapat dikatakan omnibus. Yang pasti, ini seperti ada 7 film berbeda yang dijahit menjadi satu. Bukan berarti tidak bagus, sih. Hanya saja film menjadi terasa sangat panjang dan patah di setiap transisi.

Kesimpulan

Well, tak bisa bohong kalau Semesta menjadi salah satu film yang menarik untuk ditonton. Film dokumenter memang bisa menjadi salah satu media yang menarik untuk menyalurkan gagasan tertentu. Termasuk konsep perubahan iklim dan bagaimana cara untuk hidup damai dengan alam.

6.5 dari 10 bintang.


Sincerely,
Ra