Yeay. Ini pertama kalinya saya membuat postingan tentang Book Haul. Awalnya, aku benar-benar nggak tahu maksud dari book haul itu seperti apa. Akan tetapi, setelah aku browsing sana-sini, aku pun berhasil mengartikan apa maksudnya book haul ini.



Baiklah. Berikut merupakan book haul versiku. Kalau salah…maafkanlah. Aku juga coba-coba ini buatnya. Heuhue.

1. Detective Conan Volume 3 dan 87
Sebagai pecinta Conan, aku merasa berdosa kalau tidak tahu bagaimana lanjutan kisah detektif ini. Aku memang berniat untuk mengoleksi semua volume Conan. Akan tetapi, masih belum juga keturutan. Sampai sekarang, aku baru punya 9 volume saja.

Untuk Detective Conan Volume 3, tidak ada alasan khusus kenapa aku membelinya. Aku waktu itu sengaja ke Gramedia untuk membeli salah satu novel pesanan orang. Lalu, aku iseng ke bagian komik dan malah menemukan komik ini. Jadilah aku tanpa pikir panjang langsung membelinya.


Mungkin ini memang keberuntunganku. Teman sekamarku, tiba-tiba saja membeli Detective Conan Volume 87. Aku sih tidak berniat apa-apa, eh, malah diberikan kepadaku karena dia tahu aku ingin mengoleksi seluruh volume Detective Conan. Akhirnya, komik tersebut menjadi hak milikku. Hore!


2. 2 by Donny Dhirgantoro, Critical Eleven by Ika Natassa, dan From Paris to Eternity by Clio Freya

Ketiga novel ini aku dapatkan dari beli murah ke salah satu admin @NovelAddict_ alias Kak Jiha. Waktu itu, kebetulan aku tahu kalau Kak Jiha jual koleksi novel pribadinya. Jadilahaku  langsung memilih-milih ketiga novel ini sebagai pilihan.

Novel 2 ini merupakan novel yang direkomendasikan oleh Kak Jiha. Ampun deh. Aku nggak tahu sih akan berhasil membacanya atau tidak. Mengapa? Kemarin aku sempat membaca bab awalnya dan merasa agak aneh dengan ceritanya. Entahlah. Aku juga tidak mengerti kenapa aku tidak terlalu tertarik. Apalagi, waktu dulu aku membaca 5 cm, aku agak sedikit ilfeel. Aku heran kenapa aku ini kok malah nekat beli novel ini, ya? Semoga tidak seburuk ekspektasiku.
Mengikuti akun instagram Ika Natassa membuatku sedikit banyak tahu tentang Critical Eleven. Aku begitu penasaran dengan novel ini karena animo para pembaca yang begitu besar. Apalagi, rating di goodreads lumayan bagus. Tentunya, hal ini membuatku begitu tertarik dengan Critical Eleven. Begitu tahu kalau Kak Jiha menjual novel ini, tanpa ragu aku langsung membelinya.


Alasan yang sedikit sedih adalah saat aku membeli novel From Paris to Eternity karangan Clio Freya. Mengapa? Karena aku adalah bagian dari The McGallaghans dan aku kehilangan novel ini. Huhu L Sedih sekali diriku. Aku sih berharapnya ada yang berbaik hati mau membelikannya lagi untuk saya. Sayangnya tidak ada. Jadilah aku ... membeli lagi. Hiks.


3. Simple Lie by Nina Ardianti
Kalau kalian mengaku fans berat Nina Ardianti, pasti kalian gregetan sama Simple Lie ini. Kenapa? Karena, Simple Lie ini kayak udah hilang gitu dari peradaban. Aku berkali-kali mencari secara online. Sayangnya, sulit sekali menemukan novel ini. Sampai pada suatu hari, aku di-mention oleh orang yang nggak aku kenal. Dia memberitahuku ada orang yang menjual novel Simple Lie ini. Tentunya, aku langsung berteriak kegirangan dan jujur, aku begitu senang. Akhirnya, aku bisa memiliki novel ini J


Nah, sekian book haul-ku untuk bulan Februari ini. Kebanyakan di bulan Februari ini aku membeli novel second-hand. Tapi, menurutku hal tersebut bukanlah masalah yang besar. Aku cukup senang karena bisa mendapatkan novel-novel yang aku inginkan tanpa perlu mengeluarkan banyak uang. *ups.


With You
“Matahari terbit itu awal dari hari baru. Matahari terbit memberi kita kesempatan untuk mulai semuanya dari awal.”—Lyla.

By Christian Simamora dan Orizuka
3 of 5 stars

Penerbit                      : Gagasmedia
Tebal halaman           : 298 halaman
Tahun terbit               : 2012
ISBN                           : 9789797805739


One day could change everything.
source: goodreads.com

365 hari dalam setahun,

24 jam dalam sehari.


Di antara semua waktu yang kita punya,
kau sengaja memilih hari itu.

keluar dari mimpi indah,
lalu hadir dalam hidupku...

sebagai cinta yang selama ini aku tunggu.

WITH YOU adalah Gagas Duet, novella dari dua penulis GagasMedia: Christian Simamora dan Orizuka. Keduanya mempersembahkan dua cerita cinta yang menemukan takdirnya dalam satu hari saja.

REVIEW:
Membaca gagas duet merupakan salah satu hal yang cukup aku sukai. Menggabungkan dua penulis ke dalam satu novel merupakan tantangan tersendiri dan akua rasa, hal ini sangat menarik. Dua orang penulis yang berbeda gaya penulisannya, meramu satu kisah yang bertalian.

THE FIRST LINE
Nggak biasanya Cindy punya saat lowong sepanjang hari seperti ini.

The Appearance:
Kaver dari novel With You ini sebenarnya menarik dan sederhana. Membuat pembaca penasaran mengapa yang digunakan adalah gambar jam. Ternyata, gambar jam tersebut benar-benar menggambarkan tema yang diangkat oleh Christian dan Orizuka. Aku suka dengan penampilan kavernya yang sederhana. Untuk layout, aku suka layout di bagian cerita milik Christian. Menurutku, layout yang digunakan lebih elegan dan menarik untuk dilihat.

“Sorry for being straightforward, but that exactly what you’re doing right now.”—Jere.

The Summary:
Oke. Jadi, untuk novel duet ini terbagi menjadi dua bagian. Yakni, Cinderella Rockefella dan Sunrise. Setiap bagian diceritakan oleh dua orang yang berbeda. Satu-satunya benang merah di antara kedua cerita tersebut adalah hubungan sepupu dua tokoh utama, serta tema yang diangkat sama.

Cinderella Rockefella merupakan cerita yang disajikan oleh Christian Simamora. Berkisah tentang pertemuan Cindy dan Jere yang bisa dibilang sama-sama tertarik satu sama lain. Padahal, mereka baru saja berkenalan. Pekerjaan di dunia model, membuat keduanya bertemu dan pada akhirnya Cindy dan Jere berhasil makan berdua dan mencoba peruntungan dalam hal penjajakan.

“Seriously, normalnya nih, kalau ada yang cerita panjang kali lebar kali tinggi—kayak yang lo lakukan barusan, biasanya ujung-ujungnya selalu ada bau-bau nyombongnya. But this…?”—Cindy.

Kemudian, cerita berlanjut ke Sunrise. Sunrise merupakan bagian novel yang diramu oleh Orizuka. Menceritakan kehidupan Lyla dan Juna. Hubungan Lyla dan Juna terputus di tengah jalan. Pertemuan tidak sengaja antara keduanya, membuat segala getaran-getaran yang pernah muncul di antara keduanya dipertanyakan. Karimunjawa menjadi saksi kisah cinta mereka yang sesungguhnya.

Terkadang takdir tak selalu sejalan dengan rencana manusia.

The Point of view, plot, and setting
Novel ini cukup unik. Meramu dua cerita yang berbeda menjadi kesatuan yang utuh memang cukup sulit. Aku rasa, lebih tepat bila novel ini dikatakan sebagai bentuk novel antologi. Mengapa? Karena kedua cerita yang terkandung di dalamnya benar-benar tidak berhubungan satu sama lain. Memang ada satu benang merah yang menghubungkan keduanya, yakni inti cerita. Inti cerita Cinderella Rockefella dan Sunrise adalah tentang waktu satu hari yang mengubah perasaan dua orang.

Secara sudut pandang, jujur aku lebih suka cerita dari sudut pandang Abang Christian. Entahlah. Gaya cerita yang nyablak dan ceplas-ceplos memang lebih saya sukai dari pada gaya cerita yang kaku. Aku suka sekali dengan permainan kata-kata yang disajikan oleh Christian.


Kemudian, setting yang digunakan dalam novel ini adalah Jakarta dan Karimunjawa. Sesungguhnya, untuk setting Cinderella Rockefella sendiri, tidak terlalu jelas disebutkan dimananya. Jadi, aku asumsikan cerita ini mengambil setting di Jakarta. Oh, ya. Aku suka dengan kemampuan Abang mencomot tokoh-tokoh dari novel abang yang lain seperti Jet, Tere, dan Ryan.

Untuk Sunrise, alurnya sudah cukup rapi dan khas Orizuka banget. Meskipun aku merasa ada sesuatu yang kurang, tapi aku tidak terlalu keberatan akan hal ini.

“Dia sedang mengingatkan gue, La, kalo selamanya, yang bisa bikin lo bahagia cuma gue.”—Juna.

The Opinion
Kalau ditanya pendapatkua akan novel ini, novel ini bisa aku bilang cukup menarik. Mengapa? Karena dua penulis ini memiliki gaya menulis yang jauh berbeda. Bahkan, genre yang mereka biasa tulis itu sangat berbeda. Abang Chris dengan berbagai macam romannya, dan Orizuka dengan Young Adult-nya. Agaknya, hal ini tidak membatasi kreativitas dari kedua orang penulis ini.

Akan tetapi, bila saya bandingkan dengan Fly to The Sky, saya merasakan perbedaannya. Di Fly to The Sky, cerita jauh lebih mengalir karena dua tokohnya memang benar-benar bersinggungan. Menurutku, penggunaan sudut pandang orang pertama akan lebih bagus dan menarik.

Sebenarnya, dari segi konflik, kedua cerita ini tidak terlalu menyajikan cerita yang berat. Penyelesaian konflik di dua novel ini terkesan ringan dan tak terbelit-belit. Mungkin, faktor keterbatasan jumlah halaman menjadi salah satu alasan.

THE LAST LINE
“Hear, hear!” imbuh Lyla, akhirnya tertawa geli.

The Conclusion
Bacaan ringan dari dua penulis kece gagasmedia? You absolutely have to read this!


Simple Lie

“Kalau lo berjalan dan lo menemukan dinding tinggi di hadapan lo dan lo nggak mungkin melewatinya dengan cara memanjat, apalagi menghancurkan, maka pilihlah jalan dengan cara mengitari dinding itu…”—Ilham Fernando Fauzi.

By Nina Ardianti
3 of 5 stars

Penerbit                      : Gagasmedia
Tebal halaman           : 274 halaman
Tahun terbit               : 2007
ISBN                           : 9789797800864


Just a simple lie. “Simple” lie.

source: ninaardianti.com
 a story about a girl who had a perfect life

Cantik, pintar, aktivis, populer, almost perfect di semua bidang, akademis maupun non-akademis. Digilai para cowok dan (diam-diam) dikagumi para cewek. Dan yang makin membuat dia dikagumi adalah karena sikapnya yang low profile, ramah ke semua orang, dan very down to earth.


a perfect mate
“Happy First Anniversary, Re…,” ujar Fedi pelan.
Rere terdiam sesaat. Speechless. Nggak bisa berkata apa-apa. Ia lalu menatap Fedi dengan mata yang berkaca-kaca. How can she forget this day? Fedi ingat. Bahkan melakukan ini semua untuk Rere.

til another unperfect one came into her life
“Emang nggak bisa ganti ban sendiri ya?”
“Ya nggak bisa laaaah…. Gue cuma bisa makenya doang. Urusan bener-benerin mah payah, huehehe....”
“Girls....” Ilham menatap Rere dengan pandangan mencela yang menyebalkan, “Trus apa yang akan lo lakukan seandainya gue nggak muncul dan menyelamatkan lo seperti pangeran di dongeng-dongeng?”

and changed her perfect life
“Gue nggak tau sampai kapan, Re,” jawabnya jujur.
“Tapi, kalau sampai titik di mana gue ngerasa bahwa batas waktu itu akan datang dan lo belum juga bisa memutuskan...”
Rere mengangkat wajahnya balas menatap Ilham yang sedang berbicara.
“... biar gue sendiri yang menentukan pilihan, Re....”

then everything is not as it seems

a novel about love:
find a desired one... without any doubt. 

REVIEW:
Bukannya apa-apa. Aku membaca novel ini sebagai bentuk kerinduan  akan tulisan pertama Nina Ardianti. Tulisan yang membuatku jatuh cinta pada tokoh-tokoh yang disajikan oleh Nina. Inilah pertama kalinya aku mengenal Ilham. Salah satu tokoh yang akan sering bersliweran di novel-novel Nina selanjutnya.

THE FIRST LINE
Mati gue telat deh nih…

The Appearance:
Melihat penampakan Simple Lie, aku suka dengan penggunaan desain warnanya. Warna merah yang diambil tidak begitu mencolok hingga membuat mataku menyipit. Lalu, desainnya juga minimalis. Membuatku penasaran waktu dulu membaca novel ini. Oh ya, ini bukan pertama kalinya aku membaca Simple Lie. aku melakukan baca ulang karena aku rindu dengan Rere-Fedi-Ilham.

The easiest kind of relationship is with ten thousand people. The hardest one is with one. Correction. The two.

The Summary:
Rere adalah seorang cewek yang bisa dibilang sempurna. Dia pintar, cantik, populer, rendah hati, dan sederet sifat baik melekat pada dirinya. Punya pacar yang sama-sama perfect, Fedi, seharusnya membuat Rere bahagia tujuh turunan dan akan tetap begitu adanya.

Sayangnya, terpilihnya Fedi sebagai PO Festival Jazz membuat hubungan Fedi dan Rere merenggang. Sangat renggang. Berkali-kali mereka sempat bertengkar karena masalah ini. Pada saat itulah, Ilham datang di hari-hari Rere yang muram. Kepribadian Ilham yang cukup berbeda jauh bila dibandingkan dengan Fedi, membuat hati Rere terketuk dan getaran cinta itu datang.

Ya Tuhan! I know it’s not right, but it’s still okay, isn’t it? Hope so.—Rere.

The Point of view, plot, and setting
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini merupakan sudut pandang orang ketiga. Mungkin karena gaya bahasa Nina lebih lepas bila memakai sudut pandang orang pertama, aku masih bisa merasakan ke’kagok’an Nina dalam mengolah cerita ini. Beberapa kali terjadi ketidaksinkronan cerita yang cukup membuatku mengerutkan dahi.

Secara alur, tentunya lebih berfokus pada kisah cinta segi tiga antara Fedi-Rere-Ilham. Benar-benar terfokus pada hal ini. Sesungguhnya, aku salut dengan usaha Nina yang membuatku terkaget-kaget setelah membaca bagian terakhir novel ini. Waktu pertama kali membaca novel ini, aku benar-benar sebal dengan Fedi. Ternyata, pihak bersalahnya bukanlah dia…

Ini bukan tentang siapa yang lebih baik dibandingkan siapa. Tapi, ini masalah perasaan. Kita memang bisa mengontrol perasaan. Tapi, tidak untuk beberapa hal dan beberapa kasus.

“Gue nggak mau berada dalam posisi sebagai pihak yang bersalah. Kalau gue bisa bikin dia ngerasa bersalah, kenapa harus gue yang berada di posisi itu?”—Rere.

Setting dari novel ini kebanyakan mengambil lokasi kampus sebagai main setting. Tentunya, kampus yang dimaksud adalah kampus UI.  Hadeuh. Dulu sebelum aku jadi bagian dari kampus ini, aku sudah sangat menyadari kalau Simple Lie ini memang mengambil setting di UI. Haha. Aku bisa membayangkan keseluruhan detail dari setting yang digambarkan. Selain kampus UI Depok, sering disebut juga lokasi-lokasi di Jakarta, seperti PIM, Tanjung Barat, Lebak Bulus, dan lainnya.

The Opinion
Menarik. Melihat semua kelakuan tokohnya, aku sampai bisa menyimpulkan adanya karma bagi Ilham. Haha. So please. Sila ke website Nina Ardianti dan kalian akan tahu karma seperti apa yang menimpa Ilham.


Hal yang membuat novel ini menarik adalah eksekusi akhirnya.  Aku benar-benar tidak menyangka bahwa rencana-rencana itu ada dan tersusun rapi. Ahh, aku nggak bisa membayangkan bagaimana perasaankua kalau aku berada di posisi Fedi :”

Mungkin, karena ini adalah karya pertama Nina Ardianti, masih banyak hal yang tidak dikupas secara mendalam oleh Nina. Tapi, melihat perkembangan tulisan Nina ke Restart maupun Fly to The Sky, aku yakin Nina sudah bertransformasi menjadi penulis yang lebih matang.

THE LAST LINE
Jadi tahu siapa yang
[nggak bisa]
tertawa paling akhir?

The Conclusion
Untuk bacaan ringan dan penasaran dengan Ilham Fernando Fauzy, you have to read this.


Detektif Conan Volume 87

“Kurasa… nggak ada salahnya nangis ketika memang ingin nangis, Ran…” –Shinichi Kudo.

By Aoyama Gosho
4.5 of 5 stars

Penerbit                      : Elex Media Komputindo
Tebal halaman            : 192 halaman
Tahun terbit               : 2016
ISBN                           : 9786020280653


Their first meeting is really cute

source: goodreads.com
 Di tengah bunga sakura yang bermekaran, Ran teringat pertemuan pertamanya dengan Shinichi di sekolah bermain waktu kecil dulu. 


Tapi ternyata, Shinichi memiliki sudut pandang lain terhadap peristiwa pertemuan itu. Inilah kisah pertemuan pertama Ran dan Shinichi, di mana juga menjadi kasus pertama yang dipecahkan oleh Shinichi!

REVIEW:
Yeay. Akhirnya punya juga volume terbaru dari Detektif Conan. Aku seneng banget koleksi Conanku mulai bertamabah sedikit demi sedikit. Jumlah total komik Conan yang aku punya ada 9 buah. Memang masih sangat sedikit sih, tapi aku yakin aku bisa mengumpulkan semuanya. Aamiin.

Di tempat berbahaya yang nggak memungkinkan untuk bergerak leluasa seperti ini…nggak mungkin kan aku masuk tanpa persiapan apa-apa?—Kansuke Yamato.

First impression
Oke. Sebenarnya komik ini yang beli bukan aku. Haha. Iya. Teman sekamarku yang beli dan akhirnya dikasihkan ke aku. Terus, dia bilang kalau di volume ini itu menceritakan tentang masa kecil Shinichi dan Ran. Tepatnya, pertama kalinya mereka bertemu.

Tapi, waktu itu aku sangat…membencinya.—Ran Mouri.

The Appearance:
Kavernya lumayan menarik karena menampilkan gambar Shinichi waktu kecil. Terlihat polos banget. Matanya biru-biru gimanaa gitu. Cute banget lah pokoknya. Latar yang digunakan untuk kavernya pun bagus. Pohon sakura yang sedang mekar. Wah. Fix lah. Bagus.

Untuk bagian keyhole, aku benar-benar nggak inget kalau ada tokoh yang bernama Sakurako. Sumpah dah. Dia muncul dimana sih?

“Dalam bisbol, hit & run berarti menang atau kalah. Dan sepertinya, kamu telah kalah.”—Conan Edogawa.

The Summary:
Oke, jadi secara garis besar dalam volume kai ini ada empat kasus. Kasus pertama yang melibatkan kepolisian Nagano, kasus kedua tentang perseteruan dua aktris, kisah masa lalu Shinichi dan Ran, dan yang terakhir tentang pasangan besar dari kalangan selebritis.

Hal yang nggak pernah kelewatan dari hampir setiap kasus yang dihadapi oleh Conan adalah adanya pembunuhan. Ingat kan kalau Conan sering dijuluki sebagai dewa kematian? Haha.

The Opinion
Cukup menarik. Kenapa? Karena mulai membahas kisah cinta Shinichi dan Ran. Membuatku semakin bersemangat akan kelanjutan hubungan romantisme di antara keduanya. Kasus yang cukup menarik menurutku adalah kisah masa kecil Shinichi dan Ran. Dalam artian, kemampuan analisis Shinichi memang sudah terasah sejak kecil.

source: www.detectiveconanworld.com
Last Impression
Kapan volume 88 terbit? :”

The Conclusion
Kalau kamu mengaku sebagai ConanAddict, you should follow every development of this manga!


Critical Eleven
Aku rindu kami yang dulu. Aku rindu merasa bahagia. Aku rindu aku yang dulu.—Anya.

By Ika Natassa
4.5 of 5 stars

Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama
Tebal halaman           : 344 halaman
Tahun terbit               : 2015
ISBN                           : 9786020318929


Takdirlah yang menentukan bagaimana yang akan terjadi pada kehidupan kita.


Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It's when the aircraft is most vulnerable to any danger.

In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.



Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya.



Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.
Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.

REVIEW:
Membaca Critical Eleven ini membuat jantungku kebat-kebit. Dalam artian aku tidak menyangka kalau ceritanya akan sekompleks ini. Perjalanan cinta Ale dan Anya yang sungguh tak biasa berhasil membuatku tertegun dan jujur saja, this is the definition of sweet & hurt novel.

Berani menjalin hubungan berarti berani menyerahkan sebagian kendali atas perasaan kita kepada orang lain.—hlm. 7.

First impression:
Awal aku mengenal Critical Eleven tentunya dari berbagai review yang banyak sliweran di goodreads. Selain itu, aku juga mengikutin akun Ika Natassa. Jadilah aku tahu kenapa novel ini begitu booming. Tentunya, aku mempunyai ekspektasi yang sangat besar akan novel ini.

Setiap aku pergi ke toko buku, novel ini seakan-akan terus memanggilku. Sayangnya, baru sekarang aku bisa menyambar dan membacanya.

Waktu adalah satu-satunya hal di dunia ini yang terukur dengan skala sama bagi  semua orang, tapi memiliki nilai berbeda bagi setiap orang.—hlm.17.

The Appearance:
Dari segi penampilan, novel ini cukup menarik. Judul yang membuat semua orang penasaran dan desain yang cukup simple. Warna biru kavernya bagus. Aku suka banget. Tebal novelnya masih dalam batas wajar. Tentunya, dengan ekspektasi yang cukup besar, aku tidak keberatan dengan tebal novel ini. Menurutku sudah pas.

When memory plays its role as a master, it limits our choices. It closes doors for us.—hlm. 23.

The Summary:
Cerita dalam novel ini bermula dari pertemuan Ale dan Anya dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Baik Ale dan Anya tertarik satu sama lain. Singkat kata, perkenalan di dalam pesawat itu telah mengubah jalur hati masing-masing. Mempersatukan mereka dalam suatu ikatan pernikahan utuh.

Sayangnya, apa yang dikatakan di berbagai macam novel atau pun film menjadi kenyataan. Tidak selamanya kebahagiaan itu bisa bertahan. Begitu pula dengan kehidupan rumah tangga Ale dan Anya. Kehidupan mereka yang awalnya begitu bahagia, tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat. Tidak ada lagi senyum maupun tawa di antara keduanya. Kehilangan anak mereka bahkan sebelum anak tersebut lahir telah membuat kehidupan rumah tangga Ale dan Anya terguncang hebat.

Selain kehadiran Ale dan Anya, ada juga beberapa tokoh yang cukup sering muncul. Orang tua Ale, adik-adik Ale, sahabat Anya dan beberapa tokoh sampingan lainnya.

“Hidup ini jangan dibiasakan menikmati yang instan-instan, Le, jangan mau gampangnya aja. Hal-hal terbaik dalam hidup justru seringnya harus melalui usaha yang lama dan menguji kesabaran dulu.”—hlm. 31.

The Point of view, plot, and setting.
Novel ini menurutku cukup unik. Sudut pandang yang digunakan merupakan sudut pandang orang pertama. Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya. Sayangnya, pada bagian awal tidak tertulis sudut pandang siapa yang digunakan—pada bab 1. Jadi, agak sedikit sulit untuk menafsirkan siapa yang bicara. Apalagi, bagi yang baru pertama kali membaca.

Plot yang digunakan adalah plot campuran. Berkali-kali alur yang digunakan dalam novel ini terlihat sangat mash up. Dalam satu sudut pandang bisa terdiri dari dua alur, yang sejujurnya, kalau pembaca tidak berhati-hati akan terasa beberapa keganjilan. Loncatan alurnya cukup terasa. Mungkin ini yang menjadi salah satu kekurangan dari novel ini.

Hidup memang tidak pernah sedrama di film, tapi hidup juga tidak pernah segampang di film.—hlm. 40.

Kata orang, saat kita berbohong satu kali, sebenarnya kita berbohong dua kali. Bohong yang kita ceritakan ke orang, dan bohong yang kita ceritakan ke diri kita sediri.—hlm. 57. 

Latar yang digunakan adalah Jakarta di zaman modern. Haha. Sumpah ya aku nggak kreatif banget mendeskripsikan latarnya -_-“

The Opinion
Menurut pendapatku, cerita yang disajikan cukup tidak biasa. Bahkan, cukup menarik. Aku suka dengan gaya bercerita Ika Natassa. Ringan dan renyah. Tidak membuatku mengerutkan dahi terlalu dalam.

Penggunaan premis critical eleven merupakan ide yang patut diapresiasi. Kok bisa ya kepikiran? Pokoknya, novel ini menarik.

Last Impression
Love does not consist of gazing at each other, but in looking outward together in the same direction.—hlm. 330.
The Conclusion
Kesimpulannya, novel ini recommended buat yang lagi pengen cari novel roman yang membahas pernikahan :”