Showing posts with label Read in 2025. Show all posts
Showing posts with label Read in 2025. Show all posts


Finally, I’m back to reading J-lit in the healing fiction genre—though I’m not sure if that’s the right term. When I first picked up this book, I immediately noticed that it had a similar premise to We’ll Prescribe You a Cat. The difference is that The Blanket Cats refers to something like a cat rental shop, while We’ll Prescribe You a Cat is literally about a place where a doctor prescribes you a cat after examining you.


In short, this book contains seven short stories, each featuring a different cat rented out from The Blanket Cats. Throughout the stories, you’ll meet a calico, a Maine Coon, a Manx, an American Shorthair, a Mongrel, and even a Russian Blue. I was honestly delighted to learn new things while reading—like the fact that most calicos are female, and male calicos are extremely rare due to genetics. That little detail made me appreciate the uniqueness of calico cats even more.


The rules for renting a cat from The Blanket Cats are actually quite simple. Customers can only keep the cat for three days, and they’re only allowed to feed it food bought from the store. The blanket is also very important—if it gets lost, the cat might throw a tantrum and won’t be as friendly toward the customer. Most of the cats at The Blanket Cats are very clever and manage to meet the expectations of those who rent them. That’s really the charm of each cat in this collection


In my opinion, the cats in this book aren’t the typical magical creatures that suddenly bring miracles. Maybe only the Maine Coon has a hint of magical ability—though I started to doubt that, since the character could simply have been hallucinating. Who knows? As for the other cats, they don’t play that kind of role. In fact, some of them felt like they were just present without having a very significant impact on the story. That said, each customer still has a strong and unique reason for renting a cat, which makes their stories engaging in their own way. 


Out of all the stories, there are two that felt quite twisted to me: The Cat with No Tail and The Cat No One Liked. I really couldn’t guess the truth behind the characters in these ones. For The Cat with No Tail, the story is told from the perspective of what feels like an anti-hero, so my first impression of the plot completely collapsed once the truth was revealed. Meanwhile, The Cat No One Liked had a similar kind of twist, and in fact, I think it was the most surprising story for me. Sometimes people develop certain attitudes because of traumatic experiences in their past—just like the landlord and the mongrel cat he kept renting.


Another memorable story was The Cat Who Went on a Journey. In this book, the author plays with different points of view—sometimes first person, sometimes third person. The most interesting part of this chapter, though, is that it’s told from the cat’s perspective. Even though the storyline is a bit cliché, I actually think this one could be expanded further. If there were ever a continuation or spin-off in the future, I definitely wouldn’t complain—I’d happily read it.


Also, one of the reasons I picked up this book in the first place is because it’s translated by Jesse Kirkwood—one of my favorite J-lit translators. Whenever I read her translations, I feel an instant click and almost always enjoy the experience.


Overall, this book is your typical healing fiction. So yes, it might follow a formula similar to other books in the genre. But since this one revolves around cats, I completely loved it and enjoyed reading every page. I’m even starting to suspect that in Japan, many families really do keep cats—because books about them seem to be everywhere!


Judul: Rumah Lebah
Penulis: Ruwi Meita
Tebal buku: 284 halaman
Penerbit: Bhuana Sastra
Tanggal terbit: 30 September 2019
ISBN: 9786232164840
Baca di Ruang Buku Keminfo

Mala, gadis kecil berusia enam tahun yang terobsesi dengan ensiklopedia. Dia hanya membaca buku ensiklopedia dan selalu mengurutkan buku satu sampai buku terakhir dari sisi kiri ke sisi kanan. Dia juga tertarik dengan beruang.


Di rumah, Mala hanya tinggal bersama orangtuanya, tetapi dia selalu membicarakan enam orang asing yang hidup bersama di dalam rumahnya. Dia selalu takut pada Satira, bersahabat dekat dengan Wilis, berbicara dengan Tante Ana yang suka berdandan, belajar bahasa Spanyol dengan Abuela, dan si Kembar yang hanya bisa mendengar, melihat dan mencatat.


***


Siapakah sebenarnya enam orang asing yang selalu dibicarakan Mala? Rahasia apakah yang dimiliki oleh enam orang asing tersebut?


Rumah Lebah menjadi buku pertama yang kuselesaikan di tahun 2025. Sepertinya, aku sudah mengetahui soal keunikan buku ini dari lama. Hanya saja, baru kemarin aku mendapat kesempatan untuk membacanya di Ruang Buku Kominfo (RBK).


Mala adalah anak tunggal dari pasangan suami-istri, Winaya dan Nawai. Dulunya, Winaya adalah seorang wartawan investigasi di salah satu majalah yang terkenal seantero negeri. Sedangkan Nawai adalah ibu rumah tangga yang memiliki latar belakang di bidang pendidikan. Suatu kejadian membuat Winaya dan Nawai menyadari bahwa Mala bukanlah anak yang biasa-biasa saja. Banyak orang yang menyebutnya sebagai anak istimewa karena ia memiliki kemampuan yang tak dimiliki oleh anak seusianya.


Khawatir akan keistimewaan Mala, Winaya dan Nawai memutuskan untuk pindah ke desa yang berada di kaki gunung Wilis. Nawai memilih untuk mengajari Mala sendiri sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang ia dapatkan semasa kuliah. Winaya pun telah berhenti dari pekerjaannya sebagai wartawan dan beralih profesi menjadi penulis novel misteri. Meski telah jauh dari hiruk-pikuk ibu kota, Mala masih tetap bisa berinteraksi dengan sejumlah orang yang dianggap hanya khayalan oleh Winaya dan Nawai. Mereka adalah Wilis, Abuela, Tante Ana, Satira, dan juga si kembar. Lalu, bagaimanakah kehidupan Mala dan orang tuanya selanjutnya? Siapakah Wilis, Abuela, dan lainnya itu?


"Aku suka gelap karena kehidupan ini dimulai dari kegelapan. Aku suka air karena air bisa menenggelamkan ke tempat yang terdalam di mana kegelapan akan cepat menjadi kawan baikmu."

— Satira.


***


Dari awal, aku sudah mengharapkan adanya plot twist dalam cerita di buku ini. Akupun sudah menyiapkan diri untuk mendapati unsur horor dalam kisah Mala. Awalnya aku menduga kalau Wilis, Abuela, Tante Ana, ataupun Satira adalah teman bayangan Mala--atau malah memang hantu. Tapi ternyata dugaanku salah total. Aku tidak menyangka kalau seluruh kondisi Nawai menjadi breadcrumbs untuk klimaks dalam cerita ini.


Harus kuakui kalau Ruwi Meita telah berhasil membungkus cerita ini dengan apik. Kita dibuat penasaran dengan identitas orang-orang yang bisa dilihat Mala itu. Lalu, kita juga dibuat bertanya-tanya, apakah orang-orang itu bersifat baik atau malah bisa mencelakakan Mala pada akhirnya.


Untuk Nawai sendiri, aku sebetulnya sudah menyadari bahwa kisah dalam buku ini tidak hanya tentang Mala. Nawai juga memiliki porsi penting karena berkali-kali penulis menggunakan perspektif Nawai dalam ceritanya. Jadi, ketika kondisi Nawai terbongkar di akhir, aku tidak terlalu suprised.


Meski demikian, aku merasa kalau masih banyak bagian yang rumpang dalam cerita ini. Aku masih penasaran bagaimana awal mula Rayhan bisa bertemu dengan Tante Ana--dan apakah pertemuan sekali saja itu betul-betul bisa membuat Reyhan terlena? Lalu, aku juga jadi kasihan dengan Winaya. Apakah dia betul-betul tak menyadari perubahan dalam diri Nawai--sekecil apapun perubahannya? (view spoiler)


Sebetulnya, aku suka sekali dengan cerita yang diangkat. Misterinya cukup kuat dan membuat kita penasaran dengan kelindan keluarga Mala dengan pasangan Reyhan-Alegra. Tapi, aku tetap merasa banyak sekali pertanyaan yang muncul setelah aku selesai membacanya. Rumah Lebah ini tidak ada lanjutannya, kan? Rasanya ada banyak hal yang masih belum tuntas dalam cerita ini.


Meski demikian, aku tetap akan merekomendasikan novel ini kalau kamu ingin menemukan novel misteri lokal yang punya plot twist enggak biasa. Sepanjang cerita, kamu akan dibuat bertanya-tanya karena saking banyaknya hal yang terjadi di sekitar Mala.


3.5 dari 5 bintang untuk kecerdasan Mala yang sungguh tidak terduga.